blank
Ilustrasi. Reka: Wied SB.ID

Jika di rumah, sangatlah mungkin anak-anak nyolong lauk, atau uang receh, atau kue, dan apa pun. Suami bisa juga diam-diam nyolong uang di dompet istri. Nanti kalau istri opyak, yaitu mencari-cari atau bertanya-tanya; barulah suami  bilang: Oh iya, kemarin aku mengambil yang lembaran lima puluh ribu, untuk bla…..bla……bla…… Terjadikah sebaliknya, yaitu istri nggrayangi dompet suami? Ada seribu satu jawaban tentang hal ini.

Baca juga Ula-Ula Dawa, Ekor Pilkada

KPK bekerja sangat konkret, yaitu bekerja di “negeri para kancil”. Kalau di rumah tangga saja sangat mungkin terjadi colong-menyolong, logikanya tidaklah mustahil hal itu terjadi di tempat kerja.

Apa yang dicolong? Jawabannya, ya apa saja yang cemolong, sangat mungkin diembat.  Kabel perpanjangan bisa, stapler bisa, pendek kata apa pun. Apalagi uang. Semua barang itu, bagaikan kancil berhadapan dengan kebun timun, dianggap sebagai mentimun yang sepantasnya dicolong.

Melihat betapa iklim colong-menyolong menghantui kehidupan bersama; KPK saya usulkan sebagai akronim dari Komisi Pemberantasan Kancil. Jadi, KPK bukan semata-mata memberantas Tindakan orang atau Lembaga (yaitu korupsi); tetapi juga memberantas Kancil-nya, yaitu orangnya yang ternyata memang suka nyolong. Perlu ada “revolusi” dalam KPK sehingga tidak terhenti pada pemberantasan tindakan, melainkan  kancilnya.

Kancilen

Lagi-lagi, sifat binatang dipakai oleh manusia; dalam hal ini kancil untuk melukiskan orang yang takut dan/atau tidak bisa tidur. Disebutnya kancilen. Seseorang disebut kancilen manakala, (1) matane mendelik wae marga saking wedine; karena amat takut, mata seseorang hanya mendelik, tidak berkedip. Mata tidak berkedip seperti itu terjadi, seperti disebutkan, karena takut, bisa juga marah, bahkan mungkin saja kerasukan setan. Mata kancil yang mendelik terus “dipinjam” oleh manusia untuk melukiskan hal-hal tadi.

Makna (2) kancilen itu ora bisa turu-turu; orang tidak segera dapat tidur dalam waktu yang cukup lama. Orang seperti ini disebut juga klisikan. Pertanyaannya, mengapa kancilen, ora bisa ndang turu; mengapa tidak segera dapat tidur meski sudah sejam lalu sudah berangkat tidur? Bagi para pimpinan dan Dewas KPK, kancilen sangat mungkin akan mereka alami ketika harus menangkap kancil yang bukan asal kancil, tetapi Kancil Plus.

Siapa itu Kancil Plus? Banyaklah yang dapat masuk kategori Kancil Plus, seperti misalnya dulu mantan pimpiannya, masih ada hubungan saudara/kerabat, target itu “anak” orang penting, dll., dsb. Berhadapan dengan Kancil Plus seperti itu pimpinan dan Dewas sangat mungkin kancilen; namun harus tetap “menangkap” dan “jangan diberi ampun” kancil-kancil itu.

Tegasnya, kancilen boleh-boleh saja; tetapi tindakan “Ayo lekas ditangkap,” dan “Jangan diberi ampun,” adalah suatu keharusan, siapa pun para Kancil itu. Dan strategi terbaik bagi para pimpinan dan Dewas KPK, tirulah nasihat ini: “Selalu siaplah topi di kamarmu. Jika ada orang mengetuk pintumu, segeralah pakai topimu.  Jika orang masuk adalah orang yang sedang Anda tunggu, katakan padanya: Saya baru saja datang nih, tepat sekali kedatangan Anda. Tetapi jika yang datang adalah orang yang tidak Anda inginkan, katakana: Aku sudah mau berangkat nih.”

Inilah contoh sikap tegas itu.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantu Soegijapranata Catholic University