Oleh: MG Westri Kekalih Susilowati
DALAM pemaparannya terkait dengan sejumlah permasalahan yang dihadapi Kementerian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Menteri Meutya Hafid mengunkapkan permasalahan pinjaman online (pinjol) dan judi online (judol) sebagai fokus yang akan ditangani. Artinya, permasalahan pinjol dan judol mengarah kearah “penyakit yang akut” untuk segera diselesaikan.
Fakta Pinjol di Indonesia
Pada bulan Agustus 2024, terdapat 98 penyelenggara fintech lending di Indonesia yang terdiri dari 91 penyelenggara konvensional dan 7 syariah yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan catatan laba komprehensif Rp656 milyar. Dalam hal penyaluran pinjaman kepada penerima pinjaman tercatat sejumlah 12.936.662 akun penerima dengan nilai Rp 27.442,86 milyar.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada bulan yang sama (Agustus 2023) terdapat penurunan jumlah akun penerima sebesar 3,27 persen dari 13.373.880 akun. Namun, secara nilai nominalnya mengalami peningkatan sangat signifikan sebesar 33,63 persen dari Rp20.536,18 milyar.
Untuk sebaran wilayahnya, penerima pinjaman didominasi peminjam berlokasi di pulau Jawa, yaitu sebesar 73.90 persen dengan jumlah akun 9.560.457 bernilai Rp20.634,05 milyar.
Meskipun secara sebaran Pulau Jawa masih mendominasi, namun secara inklusi keuangan lebih baik. Hal tersebut terlihat pada perubahan sebaran lokasi, yakni pulau jawa mengalami penurunan akun penerima sebesar 8,69 persen dari bulan yang sama tahun 2023, sedangan lokasi luar Jawa justru mengalami peningkatan sebesar 16,28 persen.
Dibandingkan dengan bulan Agustus tahun 2023, nilai outstanding pinjaman meningkat 35,62 persen, yakni sebesar Rp72.033,44 milyar dengan Tingkat WanPrestasi (TWP) 90 sebesar 2,38 peresen. Sebagian besar pinjaman merupakan pinjaman perorangan non UMKM (Rp50.789, 34 milyar atau 70,51 persen) pada kelompok usia muda 19 – 34 tahun. Pinjaman tidak lancar juga paling banyak terjadi pada usia muda 19 – 34 tahun.
Dinamika Belanja Non Tunai
Perkembangan pinjol tidak terlepas dari perkembangan sistem pembayaran. Sebagai bagian dari pencapaian tujuan Bank Indonesia mencapai kestabilan nilai rupiah, memelihara sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam UU P2SK tahun 2023. Bank Indonesia menerapkan strategi bauran kebijakan (Mixed policy) yang mencakup kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan sistem pembayaran.
Diantara berbagai kebijakan tersebut, Bank Indonesia mengakselerasi ekonomi digital dengan digitalisasi sistem pembayaran yang merupakan implementasi dari blueprint sistem pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 yang dilanjutkan dengan BSPI 2030.