blank
Ilustrasi. Sumber : MRB.Finance

Oleh: Ghefira Nashahu Nurrohmanblank

REVOLUSI digital telah mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam sistem perpajakan. Di tengah perkembangan teknologi informasi yang pesat, pemerintah di seluruh dunia mulai beradaptasi dengan sistem perpajakan yang lebih transparan, efisien, dan berbasis teknologi.

Salah satu inisiatif global yang diusulkan adalah Common Tax Administration System (CTAS), yang bertujuan untuk menyederhanakan dan mengintegrasikan sistem administrasi pajak di berbagai negara. Dalam konteks ini, Indonesia sebagai negara berkembang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh CTAS 2025.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, kontribusi pajak terhadap PDB Indonesia masih tergolong rendah, yaitu sekitar 10,9%, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Hal ini menunjukkan perlunya reformasi dalam sistem perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan dan efisiensi.

Efisien dan Transparan

CTAS adalah sistem administrasi pajak yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan pajak. Sistem ini mengintegrasikan berbagai aspek administrasi pajak, mulai dari pendaftaran wajib pajak, penghitungan pajak, hingga pelaporan dan pembayaran pajak.

Dengan menggunakan teknologi informasi, CTAS memungkinkan data pajak dikumpulkan dan dianalisis secara real-time, sehingga memudahkan pemerintah dalam mengambil keputusan yang tepat terkait kebijakan perpajakan.

Selain itu, CTAS juga mengedepankan prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas dan transparansi, yang menjadi kunci dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.

Beberapa negara telah berhasil mengimplementasikan sistem yang mirip dengan CTAS dengan hasil yang menggembirakan. Negara tersebut misalnya Estonia. yang telah menerapkan sistem pajak digital yang sangat efisien.

Menurut laporan World Bank, Estonia berhasil meningkatkan kepatuhan pajak hingga 98% setelah menerapkan sistem e-tax yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan dan membayar pajak secara online.

Selain itu, Singapura juga menerapkan sistem perpajakan yang terintegrasi dengan teknologi informasi, yang memungkinkan pemerintah untuk memantau dan menganalisis data pajak secara real-time.

Pro dan Kontra

Implementasi CTAS 2025 di Indonesia memiliki sejumlah keuntungan yang signifikan. Pertama, sistem ini dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak. Dengan adanya sistem yang terintegrasi, proses administrasi pajak menjadi lebih cepat dan akurat, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penghitungan dan pelaporan pajak.

Menurut laporan OECD, negara-negara yang telah menerapkan sistem perpajakan digital mengalami peningkatan pendapatan pajak hingga 20% dalam waktu singkat.

Kedua, CTAS dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak. Dengan sistem yang berbasis teknologi, data pajak dapat diakses secara real-time oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga meminimalkan peluang untuk praktik korupsi.

Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan. Menurut survei Transparency International, negara-negara dengan sistem perpajakan yang transparan cenderung memiliki tingkat kepatuhan pajak yang lebih tinggi.

Ketiga, implementasi CTAS juga dapat mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan. Dengan sistem digital, masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal dapat lebih mudah terhubung dengan sistem perpajakan.

Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa inklusi keuangan di Indonesia masih rendah, dengan hanya 49% dari populasi dewasa yang memiliki rekening bank. Oleh karena itu, CTAS dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan perpajakan dan keuangan.

Namun, implementasi CTAS 2025 juga menghadapi berbagai tantangan dan risiko. Salah satunya adalah masalah privasi dan keamanan data. Dengan semakin banyaknya data yang dikumpulkan dan diproses secara digital, risiko kebocoran data dan penyalahgunaan informasi pribadi menjadi semakin tinggi.

Menurut laporan dari Cybersecurity Insiders, 70% perusahaan di Asia Pasifik mengaku mengalami serangan siber dalam setahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahwa sistem yang dibangun memiliki proteksi yang kuat terhadap ancaman siber.

Tantangan

Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi CTAS 2025 adalah regulasi dan kebijakan yang mendukung. Saat ini, banyak regulasi perpajakan yang masih bersifat konvensional dan belum sepenuhnya mendukung penerapan sistem digital.