blank
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, mengunjungi Pusat Pendidikan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Svarnaloka beberapa waktu lalu. Foto : Humas

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menggandeng Pusat Pendidikan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Svarnaloka untuk memperkuat upaya mewujudkan siklus berkelanjutan dan kota Semarang tanpa limbah (zero waste).

Salah satunya, melalui inovasi pengelolaan sampah menggunakan maggot dan menjalin kerja sama pemberdayaan berbasis produksi kerakyatan.

Kerja sama ini berawal dari keprihatinan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu terhadap limbah organik dari rumah tangga dan pasar yang sering kali tidak dimanfaatkan dengan optimal.

“Sampah organik ini, jika tidak dikelola dengan baik, hanya akan menjadi sumber penyakit seperti tikus dan kecoa. Namun, melalui maggot, limbah ini dapat diubah menjadi sesuatu yang bernilai,” ujar Wali kota yang akrab disapa Mbak Ita belum lama ini.

Program kerja sama ini bertujuan untuk mengintegrasikan pengelolaan sampah organik dan non-organik melalui pendekatan berbasis komunitas dengan pemanfaatan rumah maggot dan Pusat Inkubasi dan Latihan Agribisnis (PILAR).

Program Pilar Svarnaloka di Gunungpati memberikan tempat dan infrastruktur dasar dalam pengembangan sentra produksi agro pertanian, peternakan, perikanan serta home industri, UMKM dan workshop.

P4S Swarnaloka dikelola dengan konsep sirkular berkelanjutan. P4S Svarnaloka menyediakan pelatihan dan fasilitas untuk pembudidayaan maggot, budidaya melon, anggrek, hidroponik, dan integrated farming.

Menurut pengelola Svarnaloka, Pratomo, pembudidayaan Black Soldier Fly (BSF) atau maggot menjadi salah satu fokus utama dalam penanganan limbah organik.

“Maggot dapat mengubah limbah organik menjadi pakan ternak berkualitas tinggi. Model pengelolaan rumah maggot ini sudah dikembangkan oleh P4S Svarnaloka dan harapannya dapat direplikasi rumah maggot di berbagai wilayah berskala perumahan, RT dan RW,” ungkap Pratomo.

Pada tahap awal, program ini telah dilaksanakan di Pasar Gunungpati, dimana limbah makanan dikumpulkan oleh relawan dan diberikan ke maggot. Setelah maggot tumbuh besar akan dipanen, dikeringkan dan dijadikan makanan ternak.

Di Svarnaloka sendiri, sebanyak 28 tenant telah memanfaatkan fasilitas gratis berupa lahan, listrik, air, dan infrastruktur lainnya untuk mengembangkan usaha berbasis agribisnis, termasuk pengelolaan maggot.

Dalam satu minggu, produksi maggot di lokasi ini mencapai 80-120 kilogram maggot basah, yang setelah dikeringkan menghasilkan sekitar 20-40% dari berat awal. Produk maggot kering ini telah dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, termasuk pakan ternak dan budidaya unggas.

Selain pengelolaan sampah organik, Svarnaloka juga menawarkan pelatihan agribisnis untuk masyarakat dan menyediakan area edukasi pertanian (edu farm).

“Kami ingin menciptakan kawasan ekonomi khusus berbasis desa yang tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga memberikan manfaat edukasi dan rekreasi,” tambah Pratomo.

Pemerintah Kota Semarang berharap program ini dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk pengelolaan sampah organik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inovasi berbasis lingkungan.

Untuk ke depannya rencana perluasan program maggot ini akan melibatkan lebih banyak pasar, sekolah, dan komunitas lokal di seluruh kota.

Harapannya, sampah dapat diolah langsung di tingkat rumah tangga sekaligus membuka peluang ekonomi melalui penjualan maggot basah dan kering. Pemkot Semarang optimis dapat kerja sama ini bisa terus berjalan dan menjadi solusi pengelolaan sampah berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat.

Hery Priyono