SEMARANG punya ikon namanya Kota Lama, yang merupakan kawasan dengan bangunan peninggalan zaman kolonial. Kita mesti tahu, bahwa pada awalnya, Kota Lama Semarang adalah pusat aktivitas perdagangan pada masa penjajahan dulu. Bahkan, Searang pernah menjadi kota terpenting di Nusantara setelah Batavia.
Kawasan Kota Lama Semarang dibangun pada abad ke-18, salah bangunan ikonik yang masih ada sekarang adalah Gereja Blenduk, yang didirikan tahun 1753.
Selain Kota Lama dengan Gereja Blenduk yang ikonik, Semarang juga punya Lawang Sewu yang sangat terkenal, dan lokasinya di tengah kota, di kawasan Tugu Muda. Lawang Sewu memang boleh dibilang “baru” dibandingkan Kota Lama, karena dibangun sekitar dua abad kemudian yaitu abad ke-20 tepatnya tahun 1904–1907.
Paraban
Sebutan Lawang Sewu menurut pakar perkotaan Prof Ir Eko Budihardjo (almarhum) adalah paraban atau sebutan. Mantan Rektor Undip ini mengatakan, paraban itu muncul karena ada sesuatu yang khas atau unik.
Lawang Sewu mendapat paraban itu karena bangunan ini punya pintu yang jumlahnya banyak sekali. Nah, tradisi Jawa, yang banyak-banyak atau yang tinggi-tinggi ditambahi sebutan sewu atau seribu. Misalnya Grojogan Sewu di Tawangmangu, Candi Sewu yang lokasinya dengan dengan Candi Prambanan.
Gereja Blenduk juga merupakan paraban. Bagian atapnya berupa kubah yang seperti perut membuncit. Orang berperut besar, termasuk perempuan hamil, di Jawa disebut wetenge mblenduk (perutnya membuncit).
Maka GPIB Immanuel ini disebut Gereja Blenduk. Bahkan, Prof Eko Budihard ketika presentasi di luar negeri menggunakan bahasa Inggris, selalu menerangkan Gereja Blenduk sebagai pregnance church atau “gereja hamil”, karena bentuknya itu.