blank
Lokomotif uap dipajang di bagian depan Lawang Sewu, menjadi spot menarik untuk berfoto-foto. Foto: R. Widiyartono

Kembali ke Lawang Sewu, yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda awal tahun 1900-an, awalnya berfungsi sebagai kantor pusat Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), sebuah perusahaan kereta api Hindia Belanda.

Setelah kemerdekaan Indonesia, bangunan ini memiliki berbagai fungsi. Pernah menjadi Kantor Ajudan Jenderal Kodam IV/Diponegoro, Kantor Wilayah Departemen Perhubungan Jateng, dan kini menjadi destinasi wisata penting, yang di dalamnya ada museum perkereta apian dan bangunan kunonya yang khas dan legendaris.

Arsitektur Kolonial: Lawang Sewu memiliki gaya arsitektur Eropa dengan ciri khas berupa banyak pintu dan jendela tinggi, lorong-lorong panjang, dan ornamen khas Belanda.

Perkantoran Modern Pertama

Bangunan ini dikenal sebagai perkantoran modern pertama di Hindia Belanda kala itu. Bangunan ini dirancang oleh Ir. P. de Rieu, arsitek Belanda yang memulai perancangan Lawang Sewu.

blank
Timbangan manual kuno yang dulu biasa dugunakan di stasiun-stasiun. Foto: R. Widiyartono

Kemudian Prof. J. Klinkhamer dan B. J. Oundag yang melanjutkan pembangunan Lawang Sewu setelah Ir. P. de Rieu meninggal. Dan, terakhir Thomas Karsten Arsitek termuda dan terakhir yang merancang Lawang Sewu, yaitu gedung D dan E. Karsten juga dikenal sebagai arsitek Pembangunan Pasar Johar dengan konstruksi tiang cendawan.

Memasuki Lawang Sewu, kita akan menemukan sebuah lokomotif bertenaga uap yang dipajang di depan. Sebelum masuk gedung, banyak yang berfoto dulu di sini. Kemudian, di dalam gedung pengunjung bisa melihat sejarah perkeretaapian Indonesia di museum yang ada di dalam kompleks Lawang Sewu.