Suasana workshop ekosistem ekonomi kreatif di Grand Wahid Hotel Salatiga. Foto: Danang Radhitya

Dia menandaskan, bahwa kekayaan intelektual mampu menentukan pasar. Dia mencontohkan Cina adalah pemilik kekayaan intelektual terbesar dalam produk yang yang dipasarkan di Indonesia.

“Maka kita tahu, bagaimana produk Cina berhasil dipasarkan di Indonesia. Sementara produk kita yang memiliki Kekayaan Intelektual sangat sedikit. Jadi bukan soal harga produk Cina yang murah kemudian laku, tetapi karena KI-nya,” ujar Tampubolon.

KI Menghasilkan Uang

Sabartua Tampubolon juga mengingatkan, bahwa Kekayaan Intelektual itu memang penting, tetapi yang lebih penting bagaimana KI itu memberikan hasil bagi pemiliknya.

“Buat apa kita ramai-ramai ngomong Kekayaan Intelektual kalau pemiliknya tidak sejahtera. Jadi pelaku ekonomi kreatif, punya Kekayaan Intelektual juga harus mendapatkan uang,” ujarnya.

Kekayaan Intelektual sebagai perlindungan bagi pemiliknya. “Tetapi komersialisasi atas kekayaan intelektual itu merupakan kunci,” ujarnya.

Peserta workshop pun memanfaatkan sesi ini untuk bertanya berbagai hal, bukan hanya masalah KI. Misalnya Nugroho dari Grobogan, yang titip pesan kepada Tampubolon agar menyampaikan survey mengenai ekonomi kreatif juga bisa masuk ke BPS.

R. Widiyartono