Dalang Tasdji memimpin doa sebelum memulai ritual memohon hujan dengan seni Pakeong. Foto: R. Widiyartono

Sulasih-sulasih Sulandana
Menyan putih ngundang dewa
Ana dewa ndaning sukma
Widadari tumuruna runtung-runtung
Jejer mburimu kari lima

TEMBANG yang merupakan mantra ini dinyanyikan secara terus menerus oleh seorang nenek dan kakek yang sudah berusia lanjut. Terus dinanyikan dengan irama yang nyaris tidak berubah, seperti layaknya sebuah mantra.

Lalu ada tiga orang membawa cething (bakul/tempat nasi dari bambu) yang terbungkus kain hitam, ke atas kemenyan yang dibakar. Lagu mantra terus didengungkan, untuk mengundang bidadari turun, seperti yang terungkap dalam lirik mantra. Dan pelan-pelan, benda yang dipegang tiga orang di atas bakaran kemenyan itu bergerak-gerak.

Lama-lama, gerakannya makin cepat naik-turun, dan tiga orang memegangi cething terbungkus kain hitam tersebut. Aroma kemenyan yang terbakar pun tersebar di kawasan Menara Teratai, Purwokerto, yang saat itu berlangsung festival Kata Kreatif Jateng 2024.

Inilah penampilan seni tradisi dari Desa Bojongsari, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas yang disebut Pakeong, yaitu seni tradisi yang biasa dimainkan sebagai ritual memohon turunnya hujan pada musim kemarau.

Mbah Zuhdi menembangkan mantra bersama bocah yang diharapkan meneruskan tardisi ini (kiri) dan ritual Pakeongan diawali dengan mempersiapkan bakul berbalut kain hitam untuk dimasuki roh gaib. Foto: R. Widiyartono

Tonton videonya https://www.instagram.com/reel/C9Q3g9YSdXM/

Pola permainannya mirip-mirip dengan Nini Thowok/Nini Thowong di Jawa Tengah, Bambu Gila di Maluku, Bubu Gila di Bengkulu, atau Lukah Gilo di Sumatera Barat.

Permainan itu menghadirkan sosok gaib, melalui mantra-mantra yang ditembangkan dan sesaji dan peranti yang disediakan. Dalam Pakeong, yang utama memang cething berbungkus kain hitam, kemudian ada tampah (nyiru), beruk (alat penakar beras yang terbuat dari tempurung kelapa), ada juga benggol atau uang logam lama, cermin, dan juga wingka yaitu pecahan piring keramik sejumlah 39 buah.

Juga cermin kelompok jenis tanaman yaitu tanaman pala kependem yaitu tanaman terpendam seperti ubi-ubian, pala kesimpar (tanaman merambat seperti mentimun, labu siam, waluh, dan sejenisnya), dan pala gumantung yaitu tanaman yang buahnya tergantung seperti papaya, pisang, mangga, kelapa dan beberapa jenis dedaunan.

Menurut Tasdji, pelaku kesenian Pakeong ini, memang dimaksudkan untuk memhon turunnya hujan, agar petani bisa bertanam kembali setelah kemarau panjang.

Permainan ini melibatkan beberapa orang, di antaranya ada yang berperans ebagai dalang, kemudian ada seorang nenek yang menembangkan mantra, lalu sekurangnya tiga orang yang membawa bakul berbalut kain hitam sebagai piranti utama dalam permainan ini.

Penonton Boleh Mencoba

Ketika permainan pakeong sudah dimulai, dan roh gaib sudah masuk ke bakul, pemain terus mengikuti gerakannya. Dari berada di atas bakaran kemenyan, lalu berjalan di seputarnya.