“Bapak-ibu nanti kita akan menuju Lubang Sewu, berupa tebing dengan bentuk yang sangat unik. Silakan menghitung apakah lubangnya genap seribu atau sudah berkurang,” ujar pemandu wisata yang mendampingi.

Burung Blekok dan Cangak

Perahu melaju pelan, penumpang menikmati perjalanan sambil memandang perbukitan yang mengeliling waduk. “Bapak-ibu nanti akan menyaksikan burung-burung bangau, yang akan beterbangan Ketika kita melewatinya,” ujar pemandu.

Benar, ketika melewati tempat burung sejenis blekok, tampak ada yang berwarna putih dan juga abu-abu yang dikenal sebagai cangak.

Burung bangau dan cangak beterbangan saat perahu melintas did ekat mereka, di tengah Waduk Wadaslintang. Foto: R. Widiyartono

Begitu kapal mendekat, puluhan burung ini pun beterbangan, dan ini menjadi pemandangan indah untuk direkam video atau pun foto.

Perahu memang tidak berhenti di sini, hanya melaju pelan. Setelah menyaksikan burung-burung yang mendadak beterbangan, perahu terus melaju menuju Lubang Sewu. Sebuah pemandangan eksotik terpampang di depan mata. Tebing-tebing dengan bentuk unik bagaikan ukiran tampak di sana, dengan beberapa di antaranya sudah runtung.

Eksotika Lubang Sewu

Tebing-tebing eksotis ini terbentuk oleh gerusan air waduk ketika elevasi air meningkat. Dan, saat ini permukaan air memang jaug di bawah, sehingga lubang sewu seakan berada di bukit.

Perahu menepi, penumpang pun turun dan berjalan naik menuju Lokasi “situs Lubang Sewu”. Cukup jauh dan menanjak, memang untuk ukuran orang tua. Tetapi, alumni SMA Negeri 1 Wonosobo Angkatan 1978 yang lulus tahun 1981 ini memang tak kenal capek.

Turun dari perahu, sedikit mendaki bukit untuk menikmatim eksotika Lubang Sewu. Foto: R. Widiyartono

Lubang Sewu, di Desa Erorejo, Kecamatan Wadaslintang, Wonosobo ini memang hanya akan tampak pada musim kemarau seperti saat ini, hingga sekitar September nanti. Menurut cerita Masyarakat,nama Lubang Sewu diberikan karena, tampak lubang-lubang yang banyak sekali  dan batu berwarna cantik yang terkikis oleh air.

Seperti biasa pada umumnya di Jawa, hal-hal yang banyak atau sangat dijuluki “sewu” atau seribu. Misalnya Lawangsewu di Semarang, yang sebenarnya hanya memiliki 928 pintu tetapi disebut “lawangsewu” meski kurang 72.

Grojogan Sewu, air terjun di Tawangmangu diberi nama demikian karena ketinggiannya yang luar biasa. Demikian halnya dengan Lubang Sewu ini, yang pasti tak ada yang tahu berapa lubang yang ada sebenarnya.

Pengunjung pun menuju tebing batu cadas yang penuh ukiran ala mini. Mereka berfoto, berselfi ria, menikmati keindahan dan keunikan alam Waduk Wadaslintang.

Setelah dirasa cukup mengeksplorasi Kawasan Lubang Sewu yang Bagai situs prasejarah itu, para adisyuswa alumnus SMA Negeri 1 Wonosobo tahun 1981 ini pun kembali turun menuju perahu, untuk pulang ke lokasi camping di kaki Gunung Rayang, sebuah gunung api purba, dan persis di bawah pintu air Bendungan Wadaslintang.

Alumni SMA Negeri 1 Wonosobo berfto bersama di ikon Waduk Wadaslintang, di dekat pintu air. Foto: R. Widiyartono

Sengaja kepulangannya melalui dermaga yang berbeda, mengingat pada jalur keberangkatan melalui jalur yang cukup ekstrem. Kepulangan melalui jalur yang lebiih landau setidaknya mengurangi kecemasan para penumpang pikap bak terbuka itu.

Sesampai Lokasi camping mereka baru sadar, bahwa posisi mereka berada jauh di bawah permukaan air waduk. Pintu air pun persis ada di atas mereka. “Jadi kalau misal bendungan ini jebol, tempat ini yang pertama kali tersapu,” ujar seorang peserta.

Masih ada program lain bagi peserta river side camping di tepi Sungai Bedegolan ini. Atraksi river tubing sudah menunggu. Tetapi karena banyak yang enggan terjun ke air, hanya ada beberapa saja yang mendaftar.

Cerita tentang serunya river tubing di Bedegolan ini, tunggu tulisan berikutnya.

R. Widiyartono