blank
Berfoto di Lubang Sewu bagaikan berada situs prasejarah. Foto: R. Widiyartono

JAWA TENGAH memiliki cukup banyak waduk, misalnya Sempor di Kebumen, Malahayu di Brebes, Cacaban di Tegal yang dikenal sebagai waduk-waduk lama. Kemudian ada Gajahmungkur di Wonogiri, Kedung Ombo di Kabupaten Grobogan, Boyolali, dan Sragen. Dan jangan dilupakan Waduk Wadaslintang di Wonosobo.

Waduk Wadaslintang mulai dibangun sejak tahun 1982 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1988. Memang tidak seluas Gajahmungkur atau Kedungombo, tetapi Waduk Wadaslintang punya fungsi penting seperti untuk mengairi sawah seluas sekitar 30.345 hektar dan menjadi pembangkit listrik, meski tak terlalu besar yaitu dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Mikro (PLTMH).

Dan, fungsi lainnya yaitu sebagai tujuan wisata air yang menarik. Pengunjung bisa berperahu berkeliling waduk, menyaksikan keindahan perairan waduk yang merupakan bendungan tertinggi se-Indonesia yaitu 125 meter.

blank

Ibu-ibu, tepatnya, nenek-nenek ini gembira ria naik pikap bak terbuka, sambil bernanyi ria menuju Waduk Wadaslintang. Foto: R. WidiyartonoBaca juga Para Adiyuswa Berkemah Menari Menyanyi dan Saling Ledek di Tepi Sungai Bedegolan

Naik Pikap Dulu

Waduk Wadaslintang ini menjadi tujuan sekitar 40-an orang alumni SMA Negeri 1 Wonosobo, awal Juli lalu. Mereka berkumpul bersama melakukan camping di Sendangdalem, yang masuk wilayah Kebumen, tepat di bawah pintu air Waduk Wadaslintang yang mengalir di Sungai Bedegolan.

Setelah menikmati malam dan menginap di kemah, esok paginya mereka berwisata air dengan naik perahu mengelilingi perairan Waduk Wadaslintang di wilayah Wonosobo.

Dari lokasi perkembahan mereka dijemput mobil pikap bak terbuka, yang oleh pengelola Desa Wisata Sendangdalem, Kecamatan Padureso, Kebumen. Dua buah pikap, yang oleh mereka disebut “pajero” yang maknanya naik mobil ini “panas njaba njero” atau merasa panas baik luar maupun dalam.

Ketika naik ke bak pikap ini, beberapa penumpang pun berteriak, “Mbeeeeekkkkkk ….. mbeeeekkkkk”. Menirukan suara kambing, yang biasa diangkut mobil bak terbuka ke pasar hewan.

Mobil ini membawa penumpang menuju dermaga di tepian waduk. Penumpang yang semua usianya sudah lewat 60 tahun ini pun naik mobil bak terbuka, dan dengan suka ria, terlebih para Perempuan. Mereka benar-benar lupa usia, menyanyi dan berjoged di atas mobil yang melaju di jalan menanjak dan berkelak-kelok.

Sesampai gerbang waduk, penumpang turun, dan berjalan menuju dermaga. Tetapi sebelumnya mereka berfoto di dekat pintu air waduk yang bertuliskan “Bendungan Wadaslintang” dengan logo PU-nya. Inilah ikon Waduk Wadaslintang.

Dari sini mereka berjalan sekitar 500 meteran menuju dermaga, tetapi sebelumnya berhenti di monumen dengan prasasti yang ditandantangani Presiden Soeharto. Pada bagian kaki monumen juga ada catatan nama lima orang yang menjadi korban kecelakaan saat Pembangunan waduk, dua di antaranya warga negara Filipina.

Setelah berfoto di sini, kemudian melanjutkan ke dermaga, dan di sana sudah menunggu dua perahu bermotor yang siap membawa para adiyuswa atau manusia usia lanjut ini berwisata keliling waduk.