Nenek-nenek adiyuswa alumni SMA Negeri 1 Wonosobo ini pun menari gembira dalam acara kemah di tepi Sungai Bedegolan. Foto: R. Widiyartono

SEKITAR 40 orang yang seluruhnya sudah berusia di atas 60 tahun atau adiyuswa, berkumpul di tepian Sungai Bedegolan, di kaki gunung api purba Gunung Rayang di Desa Sendangdalem, Kecamatan Padureso, Kabupaten Kebumen, Selasa 2 Juli 2024.

Dan, di tepian sungai yang merupakan aliran dari Waduk Wadaslintang ini, setidaknya ada 12 tenda warna-warni terpasang. Ya, para adiyuswa (adi bagus, yuswa: usia) yang dimaknakan sebagai manusia dengan usia penuh kebijaksanaan ini memang sengaja berkemah di Sungai Bedegolan, yang oleh Sebagian orang disebut sebagai Sunga Aare-nya Swiss di Kebumen.

Mereka, para adiyuswa atau manusia dengan usia lanjut ini adalah lulusan tahun 1981 SMA Negeri 1 Wonosobo yang sengaja berkumpul Kembali atau reuni dengan cara yang berbeda.

“Kami tawarkan acara berkemah di tepi Sungai Bedegolan untuk teman-teman seangkatan SMA Negeri 1 Wonosobo. Sekaligus ini untuk menjalin relasi relasi dengan teman-teman yang sudah berpisah sejak 44 tahun lalu,” ujar Hadi Susilo, dalam kapasitasnya sebagai ketua panitia.

Kebetulan Hadi yang sudah pensiun ini pernah menjabat sebagai Camat Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo dan juga mengelola home stay di Sendangdalem, tepi Waduk Wadaslintang.

Para adiyuswa berfoto di depan kemah tempat mereka menginap di tepi Sungai Bedegolan. Foto: R. Widiyartono

Sungai Bedegolan sendiri berada di perbatasan antara Kabupaten Wonosob dan Kebumen. Jadi Waduk Wadaslintang berada di Kabupaten Wonosobo, dan airnya yang mengalir melalui Sungai Bedegolan di wilayah Kebumen menuju Pantai Selatan.

Kawasan ini juga sudah dikelola dengan baik oleh Desa Wisata Sendangdalem, dengan aneka atraksinya. Selain menawarkan camping ground juga river tubing, dan wisata air menyaksikan keindahan dan keunikan Waduk Wadaslintang.

Hadi menyebut, kegiatan pertemuan teman-teman SMA seangkatannya semacam ini cukup sering dilakukan. “Kalau kami pingin ngumpul ya ngumpul. Setahun bisa dua sampai tiga kali. Tetapi ada sesesuatu yang terkesan wajib, setahun sekali dengan tuan rumah secara bergantian,” ujar Hadi.

Hal itu dibenarkan Laksito Rini, yang juga panitia penyelenggara. “Kebetulan saat ini kami yang tinggal di Wonosobo dan sekitarnya menjadi tuan rumah. Sebelumnya teman dari wilayah Yogya-Solo mengumpulkan kami di pantai Selatan, di Gunung Kidul. Kami menginap dengan peserta lebih dari 40 orang,” kata Rini.