blank
Prof Budi Widianarko (kanan), saat hadir dalam kuliah umum yang diselenggarakan Program Magister Hukum Kesehatan (MHKes) SCU secara hybrid, di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan, Semarang. Foto: dok/scu

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Guru Besar Ekologi dan Ketahanan Pangan, Soegijapranata Catholic University (SCU) Semarang, Prof Budi Widianarko mengatakan, kekhawatiran para pemerhati lingkungan tentang adanya mikroplastik, sudah dirasakan sejak 2015 lalu.

Prof Budi menyampaikan hal itu, saat hadir dalam Kuliah Umum yang mengambil tema ‘Kontaminasi Mikroplastik: Tantangan Regulasi Keamanan Pangan, pada akhir pekan lalu. Kegiatan itu diselenggarakan Program Magister Hukum Kesehatan (MHKes) SCU secara hybrid, di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan, Semarang.

Dalam forum itu, Prof Budi menuturkan, minat penelitian mikroplastik mencapai puncaknya pada 2017. Banyak peneliti pada awalnya mengkhawatirkan adanya senyawa racun organik yang menempel di limbah plastik.

BACA JUGA: Abdi Negara Harus Siap Membantu Mengatasi Persoalan Masyarakat

”Mereka terkejut betul, karena limbahnya justru dari partikel plastik itu sendiri, yang mengalami penguraian. Dan ukurannya menjadi semakin kecil,” terang dia.

Menurutnya, walau tidak berdampak secara langsung, namun dalam beberapa kasus membuktikan adanya mikroplastik yang ditemukan di tubuh makhluk hidup.

”Sebuah kasus terjadi, di dalam paru-paru seseorang ada plastiknya. Ada juga ditemukan (mikroplastik-red), di darah dan organ dalam ternak sapi. Sayur hidroponik di akar dan batangnya pun ada mikroplastik. Dan di daun paling banyak,” tambah Prof Budi.

BACA JUGA: Kapolda Jateng Terima Penghargaan Indonesia Most Inspiring and Valuable Figure 2024

Disampaikan juga oleh dia, munculnya limbah mikroplastik itu dikarenakan tidak mumpuninya pengelolaan sampah plastik. Selain dengan daur ulang, semestinya sampah plastik dihancurkan dengan dibakar dalam suhu tinggi di atas 100 derajat celcius.

”Plastik begitu saja dibuang ke sungai dan laut, sehingga hancur menjadi serpihan-serpihan kecil, yang akhirnya menjadi mikroplastik,” lanjutnya.

Walau sudah mengkhawatirkan sejak lama, Prof Budi menilai, pemerintah tidak begitu serius dalam menangani kasus ini. Tidak hanya sebatas langkah preventif, tapi juga memperbaiki tata kelola pengelolaan sampah.

BACA JUGA: Media Diharapkan Ikut Berperan dalam Edukasi Mitigasi Bencana

”Kalau diibaratkan sedotan yang dipakai orang Indonesia satu hari, kalau disambungkan akan sama dengan keliling dunia sekali,” paparnya mengibaratkan.

Namun di sisi lain, dia juga tidak menampik kebutuhan plastik tak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Tren penggunaan plastik terus naik, ditandai produksi plastik yang diprediksi akan naik 100 kali lipat pada 2050. Sejauh ini di seluruh dunia telah memproduksi sebanyak 400 juta ton plastik per tahun.

Lebih dari 60 persen penggunaannya ada di industri Food and Beverages (FnB). ”Kebutuhannya juga masih tinggi, karena berbarengan dengan peralatan elektronik, makanan juga tidak bisa dihindari,” ujar Prof Budi.

BACA JUGA: Sekolah Bersama Seni Ukir di Museum RA Kartini Jepara Menarik Perhatian Wisatawan

Dia pun menilai, pentingnya pemerintah dalam menetapkan regulasi, mengenai pengelolaan sampah plastik. Maka dari itu, dia juga ikut mendorong mahasiswa MHKes SCU, untuk ikut berinovasi dalam memecahkan ketidakpastian limbah mikroplastik.

”Rata-rata sejak kita bangun tidur sampai tidur lagi, kita berhadapan dengan minimal 200 barang yang berbeda dengan unsur plastik,” tandasnya.

Riyan