TRADISI CEPROTAN dilaksanakan setiap setahun sekali oleh masyarakat Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jatim. Event wisata budaya tahunan khas Pacitan ini, digelar setiap datang Bulan Longkang dalam Kalender Jawa atau Bulan Dzulqa’dah (versi kalender Hijrah).
Masyarakat dalam menggelar tradisi Ceprotan, memilih hari Senin Kliwon. Bila dalam Bulan Longkang tidak ada Hari Senin Kliwon, dipilih hari penggantinnya adalah Minggu Kliwon. Untuk Tahun 2024 M, tradisi Ceprotan digelar pada Senin Kliwon (13/5).
Tradisi Ceprotan, erat dengan legenda kisah-kasih sejoli tokoh Sekartaji dan Panji Asmorobangun. Sekartaji adalah sosok penyamaran dari Galuh Candra Kirana (Putri Kerajaan Kediri). Asmorobangun (Putra Raja Jenggala).
Dalam penyajiannya, Ceprotan, dikemas dalam sendratari untuk saling melempar kelapa muda (degan). Oleh warga, degan tersebut lebih dulu dikupas dan direndam air dalam beberapa hari, agar melunak batok (tempurung)-nya.
Karena batok-nya melunak, sehingga ketika dipakai untuk saling melempar, bila mengenai tubuh warga yang melakukan Ceprotan, tidak akan sakit. Bahkan yang terkena lemparan akan tertawa, merasa dirinya beruntung sebagai pertanda akan menerima rezeki tidak yang terduga.
Usai melakukan lempar-lemparan, sebagai puncak tradisi Ceprotan, para warga (pemuda) Desa Sekar, berkumpul bersama untuk kembul bujana andrawina (makan) dengan menu nasi uduk lauk ingkung ayam.
Sekartaji
Masyarakat Desa Sekar, menyebutkan, episode sendratari dalam Ceprotan, berkisah tentang bertemunya sejoli Dewi Sekartaji dengan Ki Godeg (Asmarabangun) dalam penyamaran untuk pengembaraan. Saat itu, Ki Godeg tengah berjuang membuka rimba guna membangun padusunan (pemukiman warga).
Mendadak datang Dewi Sekartaji yang meminta tolong untuk dicarikan Degan (kepala muda), karena haus dan ingin minum air kelapa sebagai pelepas dahaganya. Pada hal di lokasi tidak ada pohon kelapa.
Untuk mendapatkan degan (cengkir), Ki Godeg harus mencarinya di tempat yang jauh. Setelah mendapatkan kelapa muda, segera diberikan kepada Dewi Sekartaji untuk diminum airnya. Sisa air kelapa muda yang diminum, mendadak tumpah di tempat dan memunculkan mata air yang kemudian disebut sebagai Sumber Sekar.
Keberadaan Degan di Ceprotan, bermakna sebagai Cengkir yang memiliki filosofi Kecenging Pikir (kuatnya berpikir). Falsafah yang disampaikan melalui tradisi Ceprotan, bila warga ingin memperoleh anugerah hidup sejahtera, harus kuat berpikir (dilambangkan pada degan atau cengkir) dan senantiasa berjuang keras pantang menyerah dalam berusaha (sebagaimana dilambangkan saling lempar kelapa muda).
Bagian Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, Bupati Indrata Nur Bayuaji, hadir langsung dalam gelaran wisata budaya Ceprotan yang dilakukan Senin (13/8). Bupati menginginkan, event adat Ceprotan tersebut dapat lebih dikenalkan kepada masyarakat secara luas. Baik kepada warga lokal, maupun para wisatawan di tingkat nasional dan turis asing.
Apalagi, event wisata budaya Ceprotan ini, hanya satu-satunya ada di Pacitan. Yang keberadaannya sudah teruji, dan dalam setiap pelaksanaannya selalu dibanjiri banyak pengunjung. Mas Aji (panggilan akrab Bupati Pacitan, menilai, Ceprotan merupakan sebuah potensi wisata yang bisa dikembangkan. Agar berdampak pada perekonomian masyarakat.
Bambang Pur