Dia pun berpikir, kalau ini terus berlangsung maka daerahnya akan menjadi gersang, gundul, dan potensi bencananya tinggi. Misalnya kekurangan air, longsor, dan bencana alam lainnya.

“Yang memprihatinkan lagi, ada warga yang harus masuk penjara karena mencuri kayu hutan. Ini sangat memprihatinkan,” kata dia.

Tetapi dia memang belum bergerak saat itu. Gerakan yang nyata yerjadi pada tahun 1999 pada saat awal reformasi. “Perambahan hutan terjadi luar biasa. Masyarakat menanam tanaman semusim di hutan, yang penting memberikan hasil seperti sayuran atau jagung. Akibatnya terjadi longsor dan banjir,” tuturnya.

Tahun 2001, Hartoyo berbincang dengan Masyarakat, anggota DPRD, Perhutani dan dinas terkait, mengharapkan adanya Tindakan penyelamatan hutan.

Saat itulah dimulai dengan penanaman tanaman keras untuk menyelamatkan hutan demi keberlangsungan alam. Rupanya upaya penyelamatan itu memberikan hasil, tegakan atau pohon-pohn yang ditanam tumbuh dengan baik.

Kopi dan Pariwisata

Tahun 2015, bersama Perhutani dilakukan kerja sama Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PLDT) dengan tanaman kopi. Kopi, terutama jenis Arabika ini ditanam di Kawasan hutan di bawah tegakan pohon, dan penanganan pascapanen bekerja sama dengan PT Indonesia Power.

blank
Dr. Aditya Marianti, dosen Unnes, menikmati kopi Sembrani saat berkunjung ke Dusun Krinjing, Depk, Watumalang, Wonosobo. Foto: R. Widiyartono

Baca juga Kerajinan Mantan dari Ampas Kopi, Produk Kreatif Unik dari Temanggung

Kopi hasil warga Krinjing ini dikenal sebagai Kopi Sembrani, karena ditanam di Bukit Sembrani di Dusun Krinjing Desa Depok Kecamatan. Koopri Sembrani bahkan sempat tampil dalam kontes kopi tingkat nasional.

“Kami tidak menyangka bahwa keikutsertaan kopi produksinya dalam Kontes Kopi Nusantara di Jember ini mendapatkan predikat 10 terbaik, padahal kelompk kami waktu itu baru menanam kopi sekitar tiga tahunan,” ujar Hartoyo.

Dia menambahkan, dengan kondisi tersebut produksinya pun masih belum maksimal walaupun produksi kami belum besar namun permintaan konsumen dari penikmat kopi dari beberapa daerah semakin meningkat.

Namun, setidaknya keindahan alam di desa tersebut dan produksi kopinya yang punya citarasa khas menjadi sebuah potensi pariwisata yang menarik.

Maka Hartoyo pun mengelola bukit Sembrani sebagai destinasi wisata. Kebun kopi yang berada di hutan menjadi daya tarik, tentu saja berikut pengolahannya.

Pengunjung bisa trekking naik bukit untuk melihat bagaimana tanaman kopi dibudidayakan. Yang hadir di sini kebanyakan mahasiswa yang melakukan penelitian untuk pembuatan skripsi, misalnya.

Hartoyo juga menuturkan, hasil penanaman glagah dan bambu cendani sebagai untuk menghijaukan lahan, juga memberikan hasil. Bambu ini digunakan untuk gagang sapu. “Kami pernah memproduksi sampai sapu bunga glagah dengan batang bambu cendani sebulan sampai 1.000 buah. Pemasarannya bekerja sama dengan Desa Wisata Karangbanjar di Purbalingga,” kata dia.

Tetapi industry kerajinan ini tidak berlanjut. Kopilah yang menjadi unggulan desanya untuk memikat wisatawan.

Bisa Menginap

Ditanya bagaimana bila ada tamu yang ingin menginap? Hartoyo menuturkan, warga menyediakan rumahnya, termasuk dirinya untuk tamu yang ingin menginap. Tetapi Ketika ditanya bagaimana hitungan rupiah untuk tamu yang menginap, Hartoyo memang tidak bersedia menjelaskan.

“Ya kalau cuma ngopi bisa gratislah. Tetapi kalau dibawa pulang ya beli,” ujarnya sambil tertawa.

blank
Pemandangan Gunung Sindoro, Gunung Kembang, dan Gunung Sumbing tampak nyata dari Dusun Krinjing, Depok, Watumalang Wonosobo. Foto: R. Widiyartono

Hartoyo menuturkan, kopi yang ditanamnya sama jenisnya dengan kopi Gayo. “Keunggulan lain kopi kami bila diberi gula pasir rasanya seperti gula jawa,” tutur Hartoyo.

Dr Aditya Marianti, dosen Universitas Negeri Semarang, anggota tim penilai Kalpataru Provinsi Jateng yang berkunjung ke Krinjing mengaku terkesan pada kopi dari tempat ini.

“Rasa dan aromanya khas bagi saya penikmat kopi. Saya beli juga untuk dibawa pulang,” ujar Dr Aditya.

Hal yang hamper senada disampaikan seorang penikmat kopi dari Wonosobo, Hendri Kuswanto mengaku, kopi Sembrani menjadi pilihan utamanya. “Sebagai penikmat kopi, kopi Sembrani menjadi pilihan utama saya. Citararasanya khas dan unik,” kata Hendri.

Hendri juga mengatakan, minum kopi Sembrani tanpa gula, ada sensasi rasa asam yang segar, rasa kopinya tajam namun tetap nikmat untuk diteguk,” kata pensiunan ASN di Wonosobo ini.

R. Widiyartono