Oleh: Hendry Ch Bangun
KATA toxic mendadak populer belakangan ini. Penyebabnya adalah, ucapan Menkominves Luhut B Panjaitan, ketika berpesan kepada Prabowo Subianto, yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi, sah sebagai Presiden Republik Indonesia.
Toxic tentu kita tahu semua artinya racun. Bahan yang bisa mematikan, mencabut nyawa, minimal merusak fisik, raga manusia karena kandungan kimia yang ada di dalamnya. Satu tetes racun bisa merusak sel darah, merusak jantung, merusak otak, dan pada akhirnya membuat seluruh tubuh tidak berfungsi atas mati.
Tetapi toxic juga kerap digunakan di dalam dunia manajemen dan kehidupan sosial. Sebagaimana juga kita tahu, bahwa misalnya istilah karatan yang sifatnya fisik lalu disejajarkan dengan orang yang tua, berpengalaman di satu hal tertentu.
Di dalam hubungan sosial, ini mengacu pada adanya kondisi rusak antardua manusia karena yang satu bersifat racun atas lainnya. Misalnya karena pendendam, selalu ingin menang, tidak mau memahami masalah yang dihadapi, emosi tidak stabil, dsb. Sehingga lama kelamaan sifat buruk ini menciptakan ketegangan, dan suasana tidak nyaman. Hubungan menjadi rusak dan mungkin terputus.
Di dalam istilah manajemen, toxic ini dihubungkan dengan seseorang yang menjadi pengganggu roda organisasi. Cirinya, kurang bertanggung jawab, sering ngeles, menyalahkan orang lain, tidak mau bekerja keras, suka menyalahkan atasan atas beban pekerjaan, dsb.
Yang juga menjadi ciri utama adalah, menjelek-jelekkan perusahaan sendiri, organisasi sendiri kepada orang lain. Dia tidak loyal dan mau menang sendiri. Sikap biasanya terjadi pada orang yang tidak puas atas gajinya, atau tidak puas dengan posisi atau jabatannya.
Saat mendapat pelatihan manajemen, mentor mengatakan, kalau dijumpai pegawai, staf yang seperti itu, khususnya yang tidak mau diperbaiki, sebaiknya diberhentikan saja.
Sebab dia akan selalu menjadi racun bagi perusahaan, racun bagi organisasi. Dia bisa membuat karyawan lain ikut malas, malah menghasut, dan menghambat kinerja organisasi.
Orang seperti ini digambarkan memiliki masalah kejiwaan parah, dan harus diperlakukan khusus. Tentu kalau di perusahaan itu ada bidang konsultasi jiwa atau psikologis, tetapi di zaman sekarang ini, tentu kecenderungannya ya dipecat saja. Kecuali orang itu luar biasa penting bagi perusahaan atau organisasi.
* * * * *
Toxic employe adalah tantangan besar bagi bagian SDM sebuah perusahaan. Oleh karena itu pada saat melakukan rekruitmen selalu ada asesmen, selain untuk mencari orang pintar, orang yang cocok untuk bidang pekerjaan yang dicari, juga dicari orang yang mudah berkolaborasi, bekerja sama dalam sebuah tim.
Meski semua pandai dan memahami urusan teknis, apabila tidak ada kerja sama maka tujuan tidak akan tercapai. Kebersamaan dan kekompakan merupakan kata kunci untuk maju mencapai target.
Itulah sebabnya dalam pelatihan, kebersamaan, kesatuan, rasa senasib sependeritaan selalu ditekankan. Coba perhatikan materi outbound perusahaan atau organisasi, kekompakan ini selalu menjadi inti acara, inti pelatihan.
Kebersamaan menghilangkan egoisme, keinginan menang sendiri, atau merasa paling pintar sehingga harus dituruti. Kebersamaan mengingatkan semua, bahwa tujuan utama kita masuk ke suatu perusahaan, ke suatu organisasi adalah, agar target-target tercapai.
Itulah mengapa diperlukan menghayati visi misi, menghayati tujuan mulia keberadaan sebuah perusahaan atau organisasi. Kalau tidak, tentu saja dia akan berjalan sendiri sesuai apa yang dia pikirkan, bukan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai bagian dari organisasi. Sebagai anggota, sebagai bagian dari tim, dia wajib menjaga kohesivitas, kesatuan, agar selalu kompak dan solid.
Tentu akan selalu ada masalah, itu wajar, tetapi harus dibicarakan dalam kerangka perusahaan, dalam kerangka organisasi. Bukan untuk menunjukkan diri sebagai orang paling benar, paling pintar.
Menjadi bagian dari organisasi tidak mudah. Apalagi menjadi salah satu pimpinan. Dia bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan dan kesatuan. Itu konsekuensinya. Kalau merasa tidak cocok, ya keluar daripada menjelek-jelekkan organisasi sendiri, padahal kontribusi Anda belum apa-apa.
Kita akan selalu menemui orang toxic. Di masyarakat, di perusahaan, di organisasi, mungkin juga di keluarga besar.
Orang saleh akan berkata, orang toxic ini memang dibuat untuk menguji, agar makin kuat dan beriman. Bayangkan kalau semua orang baik, akan sulit sekali mendapatkan pahala.
Itu betul. Dan seharusnya sebagai manusia beriman, yang percaya bahwa Allah SWT telah menggariskan semuanya, apapun tantangan, khususnya dari manusia toxic, tidak lain dimaksudkan untuk menebalkan ketakwaan kita pada Sang Pencipta yang Maha Agung.
Dimanapun kita berada, khususnya bagi Anda yang ditinggalkan mendapat amanah menjadi pimpinan: di rumah tangga, di kampus, di kampung, di perusahaan, di organisasi, tantangan akan selalu ada. Kalau mau hidup tenang, jadilah orang biasa, jadi kawula, jadilah staf yang sedikit tanggung jawabnya.
Wallahualam bhisawab…
— Hendry Ch Bangun; Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat —