blank
PENGHARGAAN - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyerahkan penghargaan kepada Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki. (Foto: Diskominfo Batang)

BATANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kabupaten Batang baru saja meraih penghargaan sebagai daerah bebas dari Frambusia, sebuah pencapaian yang patut dibanggakan.

Penghargaan berupa sertifikat eradikasi Frambusia diserahkan langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kepada Penjabat (Pj) Bupati Batang Lani Dwi Rejeki di Jakarta, Rabu (6/3/2024).

“Sertifikat Bebas dari Frambusia ini diberikan karena prevalensi frambusia di Kabupaten Batang dinyatakan 0 kasus. Selain itu, juga telah memenuhi kriteria pemberantasan frambusia,” kata Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki saat ditemui di Kantor Bupati Batang, Kabupaten Batang, Kamis (7/3/2024).

Kerja sama lintas sektor menjadi kunci kesuksesan. Tahapan yang melibatkan promotif, surveilans, dan pembuktian telah dilakukan dengan tekun. Jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Batang berperan aktif dalam melakukan screening di sekolah-sekolah.

“Prestasi ini merupakan hasil kerja keras jajaran Dinkes Batang dan Stakeholder yang telah secara intensif melakukan screening di sekolah-sekolah dan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinkes Batang Didiet Wisnuhardanto menjelaskan, Frambusia adalah penyakit kulit menular yang kambuh secara menahun. Penyebabnya adalah kuman Treponema Perteneu, yang menyebabkan infeksi pada kulit.

Dinkes Batang Batang secara intesif dan berkala melakukan screening dan pembagian obat cacing untuk anak-anak. “Jika ada anak yang memiliki koreng atau luka pada kulit, mereka akan menjalani rapid tes untuk memastikan apakah positif terkena frambusia atau tidak,” terangnya.

Ia juga menegaskan, bahwa jika ditemukan kasus, perawatan dan pengobatan secara intensif akan diberikan melalui fasilitas layanan kesehatan yang ada di Kabupaten Batang. “Selama ini di Batang belum ada kasus. Jadi kalau ada satu kasus kita langsung tangani secara intensif,” ungkapnya.

Didit juga meminta kepada masyarakat untuk menjaga kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sesuai faktor risiko penularan. “Selain itu, dengan melakukan surveilans aktif atau deteksi dini untuk menurunkan risiko penularan dan sanitasi serta Open Defection Free harus dilaksanakan dengan baik,” tandasnya.

Nur Muktiadi