DEMAK (SUARABARU.ID) – Tim 3 Mahasiswa KKN XVII Unissula (Universitas Islam Sultan Agung) Semarang menggelar seminar dan penyuluhan tentang penaggulangan kenakalan remaja di di Balai Desa Bakalrejo Bakalrejo, Guntur, Demak, baru-baru ini.
Seminar yang dilaksanakan Tim 3 KKN XVII Unissula (Universitas Islam Sultan Agung) Semarang menampilkan narasumber Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H., dosen Fakultas Hukum (FH) UNISSULA sebagai pembicara dalam seminar dan penyuluhan tentang Kenakalan Remaja bersama Sunardi, tokoh masyarakat di hadapan perwakilan warga desa Bakalrejo, Guntur, Demak.
Menurut Ira Alia Maerani, remaja dan problem kenakalannya menjadi patologi sosial di masyarakat. “Sejatinya hal tersebut tidak perlu mencuat jika dibalut dengan pendidikan dan tata nilai yang dimulai dari keluarga. Pendidikan agama dan akhlak yang baik menjadi kata kunci. Ketaatan dan ketakwaan pada Sang Khalik, Allah SWT, menjadi hal utama yang mesti dikenalkan pada anak manusia di jenjang usia dini,” kata Ira.
Dikatakan, media melansir beberapa informasi seputar kenakalan remaja. Remaja yang terlibat dalam kasus narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya), tawuran pelajar, merokok, perzinahan alias prostitusi, tindak pidana pencurian, pembegalan, pemerkosaan, bullying (perundungan) hingga pembunuhan. Miris apabila membaca dan mendengar informasi seputar kenakalan remaja.
Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H., yang juga Dosen Pendamping Lapangan (DPL) KKN Tematik XVII UNISSULA, menambahkan bahwa perlu diketahui bahwa terhadap anak perlu dilakukan perlindungan hukum terhadap mereka. Regulasi yang mengatur antara lain UU No. 23 Tahun 2002 jo UU No. 35 Tahun 2014 jo UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Anak membutuhkan perlindungan fisik, psikis dan sosial agar terjamin dan terlindungi hak-hak anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,” kata dia.
Termasuk salah satunya adalah perlindungan terhadap kesehatan yang layak dari ancaman bahaya asap rokok orang-orang di sekitarnya. Membangun budaya yang positif tanpa asap rokok tentunya diawali dengan membangun budaya di dalam keluarga yang tidak merokok. Sehingga anak tidak meniru perilaku merokok tersebut dan juga tidak terpapar oleh asap rokok sedari kecil.
Dr. Ira Alia Maerani, menambahkan beberapa wilayah di nusantara telah menerapkan peraturan daerah yang mengatur tentang kawasan tanpa asap rokok ini, antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.
Sementara itu, pembicara lain Sunardi, mengutarakan mengemukakan penanaman nilai-nilai sejak dari keluarga. Nilai kejujuran, kesetiaan, saling percaya dan tanggung jawab membuatnya memberikan yang terbaik pada keluarga.
Membentengi anak-anaknya dengan nilai-nilai agama, berusaha untuk memperoleh rezeki yang halal dan tidak menyelewengkan kepercayaan yang diberikan keluarganya. “Meski dulu saya berprofesi sebagai sopir angkot di Semarang akan tetapi tidak mengikuti gaya ala sopir yakni ngaso mampir. Kesetiaan pada satu isteri dengan lima orang anak membawa saya kepada kebahagiaan,” kata Nardi.
Keluarganya juga dinilai menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rohmah. Hingga sang isteri meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Nardi juga berkisah bahwa kesehatan keluarga juga perlu dibangun. Salah satu yang dilakukannya adalah tidak merokok dan olahraga.
Bapak yang kerap bersepeda ini mengungkapkan bahwa meski kawan-kawan seprofesi begitu lekat dengan rokok akan tetapi ia menolak. Merokok menurutnya tindakan yang tidak bijak. Merugikan untuk kesehatan diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
“Merokok akan memboroskan keuangan keluarga. Akan lebih bijak jika dana yang dibelikan untuk rokok dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih penting dan bermanfaat. Di samping itu rokok sangat merugikan kesehatan terutama bagi anak-anak,” kata dia.
Hadir dalam kegiatan dan penyuluhan adalah kader posyandu, tokoh masyarakat, perangkat desa, para pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun Warga (RW), karang taruna, dan Tim 3 KKN Nurbiyullah, Awalianita Maulida Rofy, Vega Kurniasari (mahasiswa FH); Fikra Sofya Lutfiana (mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP); Muhammad Yazid Ilma, Nisrina Sari Dewi (mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI)
**-wied