Ilustrasi. Reka: wied

JC Tukiman Tarunasayoga

SETIAP kali dan sehabis mengikuti debat capres-cawapres, pertanyaan yang muncul di benak banyak orang, ialah: Sapa kang unggul, lan ketoke sapa kang bakal mandheg? Siapa unggul dan naga-naganya siapa akan kalah, begitulah kira-kira.

Memang ada pendapat, konon sekitar 70 persen pemilih tidak akan tergoyahkan pilihannya kendati ketika debat jagonya “porak-poranda.” Dan yang masih dapat berubah pilihannya (karena melihat debat), katanya sekitar 20 persen saja. Benar begitukah? Pada saatnya nanti kita akan melihat buktinya, meski tetap belum pasti semuanya.

Namun, satu hal yang pasti, ialah nantinya akan ada pihak (pasangan) yang kalah, sing bakal mandheg, lakune kandheg. Tentang mandheg lan kandheg inilah topik bahasan pekan ini, sementara gegap gempita kampanye justru semakin ramai.

Baca juga Ini Soal Durna, Bukan Durma

Ulasan ini penting karena mengingatkan semua pihak: Hai,  sedulur-sedulur, bakal ana lan kudu ana sing kalah lho! Bakal ana kang mandheg lan kandheg lho, Luurrrrr!  Pasti  ada tuh!

Mandheg

Bacalah mandheg seperti Anda mengucapkan gudheg, dan menulisnya berakhir dengan konsonan /g/, bukan /k/ (mandhek), seperti halnya menulis gudheg.

Ada pun sinonim mandheg ialah kendel (bacalah secara tepat seperti Anda mengucapkan meter); sebab jika Anda mengucapkannya seperti mengatakan gemes atau lemes, maknanya berbeda. Kendel (meter) berarti berhenti, sedang kendel (lemes) berarti berani.

Makna mandheg ada dua, yaitu (i) leren olehe mlaku; bacalah leren sebagaimana Anda mengucapkan di emperan took, dan makna (ii) ialah ora obah, tidak bergerak.

Jika yang tidak bergerak (lagi) itu jantung, maka mandheg berarti mati; seperti jarum jam yang ditunggu-tunggu kok tidak bergerak: Ooooo jebul mati, batune entek.

Contoh capres-cawapres yang nantinya pasti akan   ada yang mandheg tadi, maknanya ialah pasangan itu karena kalah, maka leren, ora bisa neruske lakune, tidak bisa berlanjut. Kok begitu?

Namanya “bertanding” ya pasti ada pihak yang menang, dan pihak yang kalah, dan pihak yang kalah itulah yang disebut kandheg tadi, karena memang harus berhenti. Kandheg itu disuruh atau harus mandheg, dalam konteks pilpres karena kalah harus mau berhenti segala sesuatunya.

Baca juga Ngabar

Sekali lagi ulasan tentang mandheg dan kandheg ini penting banget, jangan sampai nantinya tidak mau menerima kekalahan.

Makna lanjutan

Berakar dari kata mandheg, berkembang/terbentuk  sekurangnya tiga kosakata bermakna menarik, yaitu mandheg-mayong, mandheg-mangu, dan mandheg-tumoleh.

Orang atau sekelompok orang dapat disebut mandheg- mayong manakala ia/mereka itu ora neruske lakune, tidak melanjutnya lagi perjalanananya, dapat terjadi juga manakala ia/mereka suka mampir-mampir, singgah sana singgah sini; atau juga ia/mereka itu menunjukkan sikap gojag-gajeg, maju mundur, ragu-ragu. Mereka yang penuh keraguan inilah yang lalu disebut mandheg-mangu, dalam ungkapan Jawa rangu-rangu.

Sementara itu orang atau sekelompok orang disebut mandheg-tumoleh  manakala ia/mereka itu tansah gojag-gajeg amarga kuwatir, hidup penuh rasa khawatir; biasanya orang semacam itu disebut juga tansah was sumelang.

Sering terjadi timbal balik, karena tansah was sumelang, jadinya lalu leren, mandheg; atau karena sering leren, maka justru menjadi tansah sumelang.

Mantep wae Lurrrrr.

JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Catholic Soegijapranata University