blank
Ilustrasi. Insert: Mbah Jaiman (almarhum). Foto: SB/DOk MAsruri

SAAT menangani pasien, Jaiman menggunakan sarana daun delingo. Caranya, daun itu diurut-urut, kemudian diremas-remas dan diborehkan pada benda yang masuk bagian tubuh tubuhnya. Untuk pasien yang tertusuk duri pada tenggorakan atau kemasukan benda pada lubang hidung.

Jika pasien yang kemasukan benda pada bagian mata, menariknya langsung pada mata itu. Untuk mengambil benda itu begitu cepat. Termasuk cuilan kayu yang sudah dua tahun dilubang telinga yang dialami tukang ukir dari Jepara.

Untuk sekali sedot langsung  bisa dikeluarkan, maka telinga kiri yang semula sudah mendekati tuli itu langsung normal kembali. Dan sebagai kenang-kenangan, cuilan kayu itu dibawa pulang. Katanya untuk kenang-kenangan.

Menurut Jami, istri Mbah Jaiman, sebagian besar pasien berasal dari kalangan pedesaan. Dan problem yang dialami hampir sama, yaitu kemasukan benda atau hewan kecil.

Termasuk kemasukan biji-bijian, terselak duri, ada juga tukang dos (alat perontok padi)  kemasukan biji padi pada mata atau telinganya.

Sesekali ada juga tamu dari kalangan warga perkotaan. Mereka memilih menggunakan cara alternatif dengan pertimbangan karena  takut operasi. Sedangkan bagi warga pedesaan, penyembuhan ala Jaiman itu relatif tanpa biaya.

Terlebih lagi, Jaiman kurang berkenan jika diberi dalam bentuk uang. “Suami saya suka marah jika diberi uang, karena dia khawatir, jika sering menerima uang tamu-tamunya, ilmunya bisa hilang.”

Kalau seperti itu yang bingung yang  membutuhkan jasanya. Pada satu sisi tamu atau pasien ingin “keampuhan” Jaiman terjaga, Namun pada sisi lain, adalah wajar jika kita memberi sebagai ucapan terima kasih.

Jami memperkirakan ketidakmampuan suaminya menarik barang hilang seperti  dulu sering dilakukan pada zaman muda dulu itu  ada kemungkinan karena mau menerima pemberian tamu-tamunya.

Semula Jaiman hanya mau menerima rokok, setelah itu mau  menerima gula. Karena itu, ketika akan saya tulis di buku, keluarga Jaiman kurang berkenan. Mereka mengkhawatirkan tergodanya hati, sehingga keikhlasan menolong tergantikan dalam bentuk materi.

Setelah saya yakinkan keahlian Jaiman itu dibutuhkan warga, khususnya dari kalangan menengah ke bawah, Hadi Sutikno, saat itu Kepala Desa Damarwulan, mengakui bahwa warga desanya itu banyak membantu rakyat kecil.

Selain ahli dalam mengeluarkan benda dari dalam tubuh, Jaiman juga ahli dalam menormalkan “pintu” depan dan belakang yang terganggu, kalau di desa ketika ada warga  akibat terlalu banyak makan jengkol, sehingga tidak bisa buang air kecil, atau istilah kampung disebut jeringen.

Pantangan

Jaiman -dengan bahasa isyarat- menjelaskan, ada dua hal yang menjadi pantangan. Pertama, dia pantang dijemput. Mereka yang membutuhkan yang harus datang ke rumahnya.

Pantangan kedua, dia tidak bersedia mengobati bengkak perut, yang ini tidak jelas, yang dimaksud itu bengkak akibat santet atau penyakit biasa, karena Jaiman hanya memberi isarat, tangannya bergerak setengah lingkaran pada bagian perut.

Menjelang saya pamit, Jaiman menunjukkan kebolehannya. Potongan lidi ukuran tiga Cm, diletakkan pada tangan kiri. Sesaat dia  pejamkan mata dan jari kanannya menunjuk ke atas, mengisyaratkan dia sedang berdoa.

Selanjutnya dia menyuruh lidi itu bergerak. Hal itu dilakukan dengan raut muka tegang, mata melotot, tangan kanan memberikan isarat agar lidi bergerak dan lenyap, ketika dia membuka mulut, lidi ada di ujung lidahnya.

Lidi lalu digenggam, ketika disuruh jalan, terlihat jelas lidi bergerak di bawah kulit menuju tubuh bagian atas. Ketika dia membuka mulut, lidi  ada pada ujung lidahnya. Demo ketiga lebih seru. Lidi ditusukkan pada lubang hidung.

Terdengar suara keras menandakan ada gesekan antara lidi dengan lubang hidung. Tiba-tiba lidi ada diujung lidahnya. Rasio kita terbatas memahami apa yang dilihat mata. Jaiman yang bisu, tuli, dan buta baca-tulis pun memiliki keahlian langka.

Bertemu di Pasar

Pagi hari saat saya ke pasar, bertemu Jaiman. Saya menawarkan untuk mengantarnya pulang, daripada jalan kaki ke rumahnya sekitar 5 KM. Karena satu jalur, saya ajak dia mampir ke rumah saya.

Saat itu ada tukang tukang sedang merenovasi teras. Kedatangan Jaiman membuat suasana riuh, karena tiga tukang itu ditebak, dan  membuat kami ger-geran. Tukang pertama ditebak “burung”-nya layu. Dan ketika saya tanya, dia mengangguk.

Dua anak-anak yang sedang bermain di teras, juga dilihat telapak tangannya. Salah satu anak (wanita) disebut otaknya cerdas, dan besuk sekolahnya tinggi, dan anak satunya lagi (pria) besuk ahlinya  mencari uang. Habis

Masruri, penulis buku konsultan dan praktisi metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati