blank
Bupati Kebumen Arif Sugiyanto menjelaskan kiat sukses mendirikan Budidaya Udang Berbasis Kawasan (shrimp estate) pada pertemuan nasional Pembangunan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Selasa 19/12(Foto:SB/Kominfo Kbm).

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Sukses mendirikan Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) atau shrimp estate di Kebumen, mendorong daerah-daerah lain ingin belajar dan meniru bagaimana daerah-daerah yang punya wilayah laut bisa mendirikan usaha sejenis.

Bupati Kebumen Arif Sugiyanto berkesempatan menjadi narasumber dalam Pertemuan Nasional Pembangunan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru, yang diadakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pada kesempatan tersebut, Bupati Kebumen diminta membagikan kiat sukses mendirikan BUBK pertama di Indonesia yang belum lama ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Acara berlangsung di Hotel Mercure Batavia Jakarta, Selasa (19/20).

Mengambil tema “Sinergitas Pusat dan Daerah Menuju Perikanan Budidaya yang Modern, Mandiri dan Berkelanjutan, acara diikuti oleh Kepala Dinas Kelatuan dan Perikanan Provinsi/Kabupaten/Kota se Indonesia.

Bupati menyampaikan, hal pertama kali yang disiapkan dalam pendirian BUBK adalah ketersedian lahan. Sebab, untuk mendirikan BUBK membutuhkan lahan yang cukup luas, sekitar 100 hektare (ha), dan itu harus tanah milik pemerintah.

“Ketersediaan lahan itu menjadi sangat penting. Bagaimana kita mau membangun kalau tidak punya lahan. Di Kebumen ada sekitar 300 hektare lahan milik Pemda yang berada di kawasan BUBK. 100 hektare diantaranya digunakan untuk membangun BUBK,”terang Arif Sugiyanto.

Bupati mengungkapkan, di masa-masa awal memang tidak mudah. Ada persoalan yang hadapi. Khususnya menyangkut pembebasan lahan. Karena diketahui lahan yang saat ini jadi lokasi BUBK, sudah berpuluh-puluh tahun dikelola oleh masyarakat sekitar.

blank
Peserta Pertemuan Nasional Pembangunan Perikanan Budidaya Berbasis Ekonomi Biru, yang diadakan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta, Selasa 19/12.(Foto:SB/Kominfo Kbm)

Masyarakat ada yang menggunakan untuk kolam udang vaname, ada juga yang dikelola sebagai lahan pertanian. Di masa awal banyak masyarakat yang menentang, karena diprovokasi sejumlah pihak. Bahkan ada pendampingan dari pengacara.

“Jadi problemnya itu di awal-awal soal lahan. KKP sendiri belum mau membangun kalau persoalan lahan ini belum clean and clear. Masyarakat yang sudah lama mengelola lahan pemerintah itu banyak yang belum menerima program, bahkan sampai mengajukan hak milik,”ujarnya.

Namun, persoalan itu bisa selesai dengan adanya komunikasi insentif antara pemerintah daerah dengan masyarakat.”Mereka kita ajak duduk bersama untuk bisa saling memahami dan mengerti apa yang akan kita perjuangkan,”ucapnya.

Bupati bersyukur, proyek strategis nasional itu akhirnya bisa berjalan. Menurutnya, kunci dari semua ini adalah pemerintah merangkul masyarakat. Mereka terus dilibatkan dalam proses pembangunan ini. Bahkan, pemerintah harus mengambil tenaga lokal.

“Kuncinya masyarakat jangan sampai ditinggal, libatkan mereka dalam setiap proses pembangunan. Waktu itu juga kita ajak ke Jepara untuk mengikuti pelatihan budidaya udang vaname, karena yang bekerja di BUBK kita ambil dari masyarakat lokal. Jadi ada pemberdayaan masyarakat di sana,”terangnya.

Di BUBK, satu hektare bisa menghasilkan 40 ton udang. BUBK dibangun dengan konsep yang lebih modern dan ramah lingkungan. Selain bisa mendatangkan kesejahteraan masyaraka, BUBK juga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Saya kira kalau persoalan lahan sudah clear, beres ke atasnya. Komunikasi dengan Pemerintah Pusat pun lebih mudah,”ujarnya.

Komper Wardopo