blank
Kajari Kudus Henriyadi W Putro saat memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka kasus korupsi KONI Kudus

KUDUS (SUARABARU.ID) – Kejaksaan Negeri Kudus resmi menetapkan mantan Ketua KONI Kudus berinisial IT sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KONI periode 2022 dan 2023. Tak hanya itu, Kejari juga menahan IT di tumah tahanan Kudus, Jumat (15/12).

Penetapan tersangka tersebut dilakukan setelah IT menjalani pemeriksaan sejak pagi hari. Sore sekitar pukul 16.00 WIB, Kejari menerbitkan penetapan tersangka sekaligu menahan yang bersangkutan.

Kepala Kejari Kudus, Henriyadi W Putro dalam keterangan persnya menyatakan tersangka diduga menyalahgunakan anggaran hibah KONI yang bersumber dari APBD tahun 2022 yang sebesar Rp 8,4 miliar dan APBD Perubahan 2022 sebesar Rp 2,5 miliar. Selain itu, penyalahgunaan juga terjadi pada alokasi hibah KONI tahun 2023 sebesar Rp 9 miliar.

Menurut Kajari, dalam penggunaan anggaran tersebut tidak sesuai dengan rencana dana sebagaimana tertuang dalam Naskah Hibah Daerah.

“Jadi ada penggunaan anggaran tersebut ada yang tidak sesuai dengan rencana sebagaimana tertuang dalam NPHD maupun adanya penyaluran anggaran yang tidak sesuai LPJ,”kata Kajari.

Dalam uraiannya, untuk anggaran tahun 2022, ada beberapa penyaluran dana yang tidak sesuai LPJ diantaranya pada bidang Media dan Humas yang pada NPHD dialokasikan Rp 50 juta, ternyata LPJ nya mencapai Rp mencapai Rp 300 juta atas nama PT Centini Mahatma Putra. Namun dalam pemeriksaan, Direktur PT tersebut hanya menerima Rp 35 juta dari kuitansi yang dikeluarkan sebesar Rp 300 juta.

Selanjutnya, pada Pengkab ISSI yang dialokasikan sebesar Rp 90 juta namun faktanya yang diterimakan hanya sebesar Rp 70 juta. Sedangkan sisanya yakni Rp 20 juta diminta oleh tersangka.

Pada Pengkab FPTI, alokasi anggaran sebesar Rp 75 juta ternyata hanya disalurkan Rp Rp 45 juta dan sisanya digunakan oleh tersangka.

Sementara, pada anggaran tahun 2023, dugaan penyalahgunaan terjadi pada alokasi pengadaan perlengkapan kontingen Porprov sebesar Rp 971,5 juta dan catering sebesar Rp 528 juta dan Rp 371,7 juta.

Untuk perlengkapan Porprov dan catering tersebut, pengadaannya dilakukan tanpa lelang dan tersangka hanya melakukan penunjukkan langsung secara lisan kepada para pihak ketiga.

Dan pada penyediaan perlengkapan Porprov tersebut, tersangka menyuruh bendahara untuk mentransfer kepada SAFANA FIRDAUS selaku pemilik UD Gemerlap uang sebesar Rp 971,5 juta. Namun pada saat pelaksanaan Porprov, si penyedia hanya mampu menyerahkan kaos sebanyak 50 pcs dari total  500 pcs seharusnya.

Untuk catering, tersangka menunjuk dua penyedia yakni Natalia Kristiani dan heni Krisitanti. Tersangka mentrasfer uang sbeesar Rp 528,5 juta kepada Natalia Kristiani dan setelah uang masuk pemilik catering mentransfer uang uang sebesar Rp 100 juta kepada Seno Heru Sutopo dan Rp 229,6 juta kepada Sukma Oni Iswardani sebagai pembayaran hutang pribadi tersangka.

Sedangkan untuk Heni Kristianti, tersangka melakukan pembayaran uang sebesar Rp 371,7 juta namun setelah uang tersebut masuk, tersangka meminta uang secara tunai kepada yang bersangkutan sebesar Rp 170 juta.

“Bahwa atas perbuatan tersebut, tersangka disangkakan mengakibatkan kerugian negara dengan ancaman pasal 2 ayat 1 UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun penjara dan subsidair pasal 3 UU 20 tahun 2001 dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar,”pungkas Kajari.

Ali Bustomi