blank
Ilustrasi, rang tua diharapkan peduli pada anaknya untuk menghindari terjadinya aksus bunuh diri. Reka: wied

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Kejadian kasus dugaan bunuh diri dua mahasiswa di Kota Semarang, mendapat perhatian serius Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Menurutnya, peran keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh pada perkembangan generasi muda dalam menyikapi persoalan pribadinya.

Seperti diketahui, dua kasus dugaan bunuh diri dengan korban remaja terjadi dalam waktu berbeda di Kota Semarang.

blank
Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu.

Pertama seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi negeri berinisial NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang diduga nekat loncat dari lantai 4 Mal Paragon Semarang, Selasa (10/10/2023). NJW akhirnya meninggal dunia dengan luka parah pada bagian kepala.

Sementara kasus kedua, seorang mahasiswi perguruan tinggi swasta di Kota Semarang berinisial EN (24) warga Kapuas, Kalimantan Tengah diduga juga meninggal dunia akibat bunuh diri di dalam kamar kos, Jalan Bulusan Selatan VII 1, Bulusan, Tembalang, Kota Semarang, Rabu (11/10/2023).

Kedua mahasiswa itu diduga bunuh diri, karena di sekitar penemuan tubuh korban ditemukan surat wasiat yang diduga ditulis oleh mereka sendiri.

“Kalau saya melihat kasus ini, yang katanya ada surat dan sebagainya ini, kan artinya mereka mempunyai permasalah dalam internal keluarga atau kehidupan pribadinya. Nah ini kita harapkan peran orang tua harus memperhatikan kepada putra putrinya, meski mereka sudah beranjak dewasa. Kita sebagai orang tua mesti harus peka untuk memperhatikan perkembangan putra-putri kita,” kata Ita.

Dikatakan, di Kota Semarang sebenarnya ada layanan konseling dalam Rumah Duta Revolusi Mental. Namun, katanya, Rumah Duta Revolusi Mental selama ini memang fokus pada penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan persoalan kasus bullying di sekolah.

Karena domain Pemkot Semarang saat ini hanya menangani tingkatan sekolah TK, SD, hingga SMP saja. “Untuk persoalan pada kasus mahasiswa, memang perlu dicari solusi bagaimana peran pemerintah, dari perguruan tinggi, dan lingkungan sekitarnya,” ujarnya.

Kita bisa berkolaborasi mencari solusi dalam masalah ini. Jika ada persoalan pada para pelajar khususnya mahasiswa, mungkin mereka memiliki problem yang tidak bisa terpecahkan.

“Pihak kampus mesti tahu, bapak ibu kosnya juga bisa lebih mengerti, teman-teman di lingkungannya memahami, sehingga kasus seperti bunuh diri bisa dihindari. Karena mahasiswa ini tidak mesti warga Semarang, dan kebanyakan anak kos yang merantau dari daerah lain,” katanya.

Meski begitu, pihaknya akan berusaha mencari solusi atas persoalan ini. Tentunya dengan menggandeng pihak-pihak lain, seperti organisasi masyarakat, kampus, dan organisasi kepemudaan.

“Kami juga prihatin atas persoalan ini. Harapan saya, mari kita bersama-sama mencoba meminimalisir persoalan seperti ini. Khususnya peran keluarga, kita wujudkan bersama anak-anak ini terbuka kepada kita, kita juga bisa melihat kondisi anak-anak kita sekarang ini. Jika ada persoalan, setidaknya kita bisa menjadi tempat bercerita bagi mereka. Sehingga mereka tak merasa sendirian menghadapi problemnya,” ujarnya.

Hery Priyono