JC Tukiman Tarunasayoga
DALAM rangka membersamai amancu (anak, mantu, dan cucu) rekreasi ke resor/Pantai Melur Pulau Galang, mungkin lebih dari sepuluh kali saya melewati Pulau Rempang.
Namun apalah artinya hanya sekedar lewat, kecuali sekedar melihat semakin tambahnya bangunan rumah di kanan kiri jalan utama itu dibandingkan misalnya lima tahun lalu (amancu tinggal di Batam sudah sepuluh tahun).
Lahan di kanan-kiri jalan utama juga diusahakan sebagai lahan pertanian dengan berbagai tanaman pangan, sayur dan buah. Sudah itu saja yang saya tahu tentang Rempang; selebihnya hanya mampu mendoakan agar permasalahan di Rempang saat ini ndang rampung.
Caranya bagaimana? Mari kita pakai Pancasila sebagai pegangan penyelesaian masalah, alih-alih kita sedang diingatkan betapa sekti mandraguna-nya Pancasila.
Rampung
Segala sesuatu dapat disebut rampung jika satu dari empat makna berikut (syukur ada sinergi di antaranya) telah terjadi. Empat makna rampung meliputi, satu wis dadi; dua, wis entek; tiga, wis digarap; dan empat, bubar.
Apa yang menjadi wujud doa “rampung” saya terkait permasalahan Rempang dalam konteks makna rampung ini? Berharap, segera setelah Senin (25 September) lalu sejumlah Menteri mendapatkan penugasan masing-masing dari Presiden, masalah Rempang wis digarap, segera ditindaklanjuti, secara sinergi oleh para menteri sesuai dengan penugasannya.