SEMARANG (SUARABARU.ID) – Masyarakat diwanti-wanti tak tergiur iklan di media sosial, yang menjanjikan kerja di luar negeri dengan tawaran gaji tinggi. Hal itu untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi Jawa Tengah Ema Rachmawati mengatakan, banyak di antara korban TPPO yang awalnya tergiur iklan di medsos. Iming-iming yang ditawarkan adalah gaji tinggi dan administrasi yang tak berbelit.
“Tipologi online scam itu menawarkan gaji tinggi, bisa sampai 1.200 dolar AS (Rp18 juta). Selain itu, juga dijanjikan bonus hingga miliaran rupiah. Nah, dari situ mereka tertarik. Ini juga menyasar warga berpendidikan tinggi,” ungkapnya, dihadapan pewarta, Jumat (15/9/2023).
Berdasarkan catatannya, selama kurun waktu 2022-2023, sebanyak 90 warga Jateng tersandung TPPO. Ema mengamati, tindak kriminal tersebut mulai marak sejak tiga tahun terakhir. Adapun, korban biasanya ditempatkan di negara-negara seperti Filipina, Myanmar, Laos, Kamboja, dan Vietnam.
Apalagi, imbuh Ema, sejak pandemi Covid-19 merajalela, perekonomian masyarakat banyak yang terpengaruh karena banyak korporasi dan usaha warga yang terdampak. Selain itu, gaya hidup hedonis dan flexing, kini menjadi sebab banyaknya warga yang tergiur kerja di luar negeri dengan jalur tak resmi.
Dia menyebut banyak modus TPPO, mulai dari penjualan organ, bayi, dan online scam. Dalam hal modus online scam, WNI yang direkrut diberi tugas untuk menipu orang lain lewat sarana media sosial, telepon, dan sebagainya.
“Pencegahannya, kita ajak kepala desa untuk mengidentifikasi jika ada warganya kerja ke luar negeri. Juga kita terus sosialisasikan kalau mau kerja ke luar negeri melalui Disnaker atau BP2MI. Jangan sampai tergiur lewat media sosial,” terang Ema.
Sekretaris Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler Kemenlu RI Didik Eko Pujianto menyampaikan, animo masyarakat bekerja di luar negeri sangat tinggi. Karenanya, warga diminta lebih jeli.
“Tanyakan ke lembaga resmi, mulai dari RT, RW, kecamatan, hingga Dinas Ketenagakerjaan setempat. Cari informasi sebanyak-banyaknya, selalu check dan re-check,” ujarnya.
Didik menyebutkan, negara yang biasanya digunakan sebagai tempat TPPO, biasanya memiliki sistem hukum yang tidak kuat. Selain itu, negara tersebut seringkali dalam konflik.
Mawar (bukan nama asli), mengaku sempat terjebak sindikat TPPO. Bermimpi kerja di Dubai, ia malah diterbangkan ke Myanmar untuk melakukan online scam.
“Saya diiming-imingi gaji 800 dolar AS (Rp12 juta). Ternyata saya diterbangkan ke Thailand dan malah disekap selama sembilan bulan di Myanmar. Dijaga oleh pemberontak bersenjata,” tuturnya.
Dia disuruh mencari korban melalui aplikasi dating seperti Tan-tan atau Mi-chat. Dari situ dia diminta menipu orang-orang Indonesia. Namun, Mawar justru menolak bekerja, dan akhirnya dipulangkan setelah menghubungi KBRI setempat.
Hery Priyono