blank
Ilustrasi. Foto: reka wied

SEMARANG (SUARABARU.ID) -Yayasan Setara meminta kepada aparat yang berwenang, untuk segera memberikan sanksi bagi pelaku dugaan pelecehan seksual siswi MAN di Kota Semarang, yang merupakan oknum guru yang mengampu Pendidikan Olahraga berinisial M, di sekolah berbasis agama tersebut.

Langkah Yayasan Setara yang paling konkret melakukan koordinasi ke pihak UPTD (unit pelayanan terpadu) terkait di tingkat Jawa Tengah, agar kasus tersebut bisa segera diproses lebih lanjut dan pelaku segera menerima sanksi. Sehingga korban Jagan sampai dikorbankan lagi, hingga pindah sekolah.

blank
Direktur Yayasan Setara, Hening Budiyawati. Foto : Dok Absa

“Kalau (Yayasan) Setara, karena sudah ada lembaga unit terpadu untuk penanganan kekerasan, kami berkomunikasi dengan UPTD (pemerintah) Provinsi. Jadi kami berkomunikasi dengan mereka, lalu apa yang bisa kita lakukan, nanti UPTD yang akan mengatur manajemen kasusnya, Setara harus bagaimana .Kalau bersurat itu pasti, akan kita layangkan surat,” jelas Direktur Yayasan Setara, Hening Budiyawati di Gedung BKOW Provinsi Jawa Tengah, Jalan Sriwijaya Kota Semarang.

Karena mungkin tidak ada laporan, lanjutnya, sehingga kemudian prosesnya korban sampai pindah sekolah. Harusnya korban dipertahankan jangan sampai pindah sekolah, tapi harusnya pelaku (oknum guru) yang harus ditindak secara tegas.

“Harus ada tindakan kepada (oknum) gurunya itu, karena sebagai pelaku. Anaknya (siswinya) sudah menjadi korban, malah justru kemudian dikorbankan lagi untuk pindah sekolah, mencari sekolah dan orang tuanya harus bersusah payah. Sekolah itu harusnya membangun support system, artinya pihak sekolah harus mendukung anak ini (korban). Yang harus ditindak itu harusnya kan (oknum) gurunya,” tegasnya.

Bicara konvensi anak, imbuh Hening, harusnya kebutuhan korban yang harus dipenuhi terlebih dahulu, bukan justru pelakunya (oknum guru) yang masih dapat beraktifitas seperti biasa.

“Padahal saksinya sudah, baik saksi korban maupun saksi kedua temannya, yang bisa menjadi saksi penguat. Harusnya pelaku harus tetap ditindak, meskipun masih indikasi, masih terduga. Karena ini kita bicara keadilan. Saya kira kalau memang sudah ditetapkan sebagai tersangka, ya dia (pelaku) harus mempertanggungjawabkan. Kami berharap acuannya tetap UU TPKS, karena ini sebagai efek jera juga, karena persoalannya ini kan perilaku,” bebernya.

Dijelaskan pula oleh Direktur Yayasan Setara, bahwa UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) No 12 tahun 2022 itu, merupakan suatu kemajuan untuk para korban, termasuk juga bagaimana mencegah, jangan sampai bertambah korban-korban pelecehan atau kekeran seksual.

“Jadi Saya kira, bagaimana Kemenag tidak hanya kementerian pendidikan, tetapi juga Kemenag itu memikirkan membangun mekanisme komplain. Karena mereka juga mengawasi lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis agama. Jadi mekanisme komplain itu yang harus segera dibangun dengan SOP. Yang kedua, ya harus sesegera mungkin membentuk tim investigasi, agar jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi, juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, kepada sekolah yang berbasis agama,” pungkasnya berharap.

Absa