blank
Ganjar Pranowo saat meninjau pengelolaan sampah di TPST di Gandasuli, Brebes. Foto: pemprov

EKSPRESI Eko Purwanto selalu girang, setiap berdiskusi tentang gas rawa atau Biogenic Shallow Gas (BSG). Maklum, Kepala Desa Bantar, Kecamatan Wanayasa, Banjarnegara itu, merasa terbantu dengan pembangunan instalasi BSG oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, melalui Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga warganya bisa memanfaatkan gas itu.

Desa Bantar adalah desa yang dianugerahi kekayaan gas rawa, yang keluar dari dalam tanah secara alami sejak dulu (bekas rawa-rawa zaman purba), dengan debit yang tetap stabil. Sebanyak 100 KK dari tiga RT di wilayah itu, kini memanfaatkan gas sebagai pengganti elpiji.

‘Alhamdulillah, dengan adanya bantuan instalasi ini, warga menerima manfaat, salah satunya untuk memasak. Harapan ke depan, semua warga desa bisa menggunakan gas rawa di rumah,” kata Eko dalam keterangannya, Selasa (13/6/2023).

BACA JUGA: Potensi Peningkatan Kasus DBD Harus Segera Diantisipasi

Ungkapan sama dilontarkan Kades Tambak, Kabupaten Magelang, Dahlan, yang menyebutkan, dengan enam unit digester (tangki bawah tanah) bantuan Pemprov, 80 KK warganya bisa memanfaatkan biogas dari limbah tahu. Kini desa itu dinobatkan sebagai Desa Mandiri Energi 2022.

Dia bertekad, suatu saat desanya menjadi desa wisata berkelanjutan berbasis ekonomi sirkular, dan menjadi alternatif jujugan tourism, selain Candi Borobudur.

Tak hanya warga, perusahaan di Jateng pun didorong untuk mendukung kegiatan ekonomi sirkular, salah satunya PT Sido Muncul di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, yang mengolah limbah jamu menjadi biomassa.

BACA JUGA: Apa Maksud Jokowi Minta Ganjar Pantau Pertemuan Antara Pimpinan Partai? Ini Jawabannya…

Menurut Humas PT Sido Muncul, Septiana Nur Utami, lebih 315 varian produk perusahaannya, 98 persen berbahan baku tanaman obat. Bahan ini berasal dari supplier dan para petani binaan, yang tersebar di berbagai daerah di Jateng.

Sebagai perusahaan manufaktur, tentu perusahaan ini ada limbah berupa ekstrak ampas jamu. Setelah diadakan penelitian, limbah ekstrak ini bisa dibuat pupuk organik, yang diolah oleh anak perusahaan. Selain itu, ada biomassa sebagai bahan pengganti solar.

Hingga kini, kata dia, 50 persen lebih bahan bakar untuk operasional pabrik, menggunakan biomassa yang ramah lingkungan dan rendah emisi karbon.

BACA JUGA: Spirit Berkemajuan Iringi Pengukuhan PD Muhammadiyah-Aisyiyah Jepara

blank
Beberapa petugas sedang mengecek penggunaan gas rawa yang ada di Desa Bantar. Foto: pemprov

”Yang membuat kami senang, hasil penjualan pupuk cair dari ampas jamu nilainya lebih tinggi dibanding produk utama. Dan pupuknya dikembalikan lagi ke petani binaan. Ternyata limbah ampas jamu ini, yang dianggap nol rupiah, setelah diolah menjadi barang bernilai tinggi,” tambahnya.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, sejak memimpin Jateng, telah berhasil mengubah paradigma dari sistem ekonomi, yang sebelumnya menggunakan model linear menjadi ekonomi sirkular. Konsep linear masih menerapkan pendekatan “ambil-pakai-buang”.

Sedangkan ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada, agar dapat dipakai selama mungkin. Adapun potensi sumber daya yang kerap dieksekusi Ganjar adalah, panas matahari, gas rawa, geothermal, serta angin dan air.

BACA JUGA: PPSDM Kemendagri Regional Bukit Tinggi Study Lapangan di Wonosobo

Melalui pemanfaatannya, Ganjar mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT), dalam bentuk gheotermal, PLTS, hingga saluran gas pengganti LPG 3 Kg.

Atas capaian itu, Pemprov Jateng menerima penghargaan perencanaan pembangunan daerah terbaik dari Bappenas sebanyak tiga kali, tahun 2019, 2020, dan 2023. Di bawah kepemimpinan Ganjar, diakui sebagai Provinsi Yang Memulai Inisiasi Awal Untuk Sirkular Ekonomi.

Penghargaan khusus itu diberikan, tak lepas dari keseriusan Ganjar dan seluruh jajarannya, untuk komitmen mengembangkan penerapan energi baru terbarukan atau EBT.

BACA JUGA: Kasus Perdagangan Orang, Polres Kebumen Tangkap Mantan TKW

Hal itu terlihat, dari banyaknya jumlah Desa Mandiri Rnergi (DME) di Jateng, yang saat ini telah berjumlah 2.353 DME. Seluruh DME itu, terdiri dari 2.167 DME inisiatif, 160 DME berkembang, dan 26 DME mapan.

Saat mengunjungi pengelolaan sampah secara mandiri di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Gandasuli, Brebes, dirinya memberikan apresiasi. Pasalnya, meski lahan tidak luas, pengelolaan sampah organik dan anorganik di TPST itu mampu menghasilkan pupuk kompos, gas metan, dan bahan bakar yang dapat dimanfaatkan kembali.

”Satu daun pun tidak ada yang terbuang. Ini no waste system, dan bisa dijadikan model untuk menyelesaikan permasalahan sampah kita, di di manapun berada,” puji Ganjar.

BACA JUGA: Konsisten Lakukan Pemusnahan Arsip, Kanim Wonosobo Terima Penghargaan dari Kakanwil Kemenkum HAM Jateng

Gubernur Jateng dua periode ini menjelaskan, pengelolaan sampah secara mandiri, diawali dari memilah sampah organik dan anorganik. Sampah organik kemudian diayak menggunakan mesin pengayak, selanjutnya dimasukkan ke biodigester yang telah diberi bakteri thermofil.

Proses dekomposisinya memerlukan waktu dua hari, hingga sampah organik menjadi pupuk kompos dan gas metan.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko menjelaskan, sebagai inisiator ekonomi sirkular, Jateng juga mencatat keberhasilan mengatasi sampah.

BACA JUGA: Atraksi ” Ngudak Bubur” Warnai Festival Kuliner Sedekah Bumi Desa Petekeyan

blankJateng merupakan provinsi dengan pengurangan sampah terbesar di Indonesia, dengan volume pengurangan mencapai 1.232.731 ton, dan tingkat keterlolaan sampah mencapai 63,19 persen.

Pengurangan sampah ini, Jateng lebih tinggi ketimbang DKI Jakarta (812.165 ton), dan Jatim (391.740 ton).

Dikatakannya, Implementasi ekonomi sirkular itu tak lepas dari perencanaan green economy, yang dirancang Jateng. Green economy juga diwujudkan dengan pembangunan rendah karbon (mitigasi perubahan iklim), dan pembangunan berketahanan iklim.

BACA JUGA: Model CPD Tingkatkan Motivasi dan Kompetensi Guru

Sejumlah praktik Circular Economy, juga sudah dilakukan di berbagai wilayah di Jateng. Di antaranya, pengelolaan sampah berbasis masyarakat oleh Coca-Cola Europacific Partners, di Desa Randugunting Semarang.

Selanjutnya, daur ulang sampah elektrionik oleh Ewaste RJ di Semarang dan Salatiga. Daur ulang sampah ini melalui program bernama Campaign-Collect-Circulate, yang tersertifikasi KLHK.

Ada juga pemanfaatan ampas produksi menjadi biomassa, pupuk organik, dan minyak atsiri di PT Sido Muncul, pengolahan kotoran ternak menjadi energi di Boyolali, dan mengubah limbah menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF) di Cilacap, oleh PT Solusi Bangun Indonesia.

BACA JUGA: BEM FE USM Gelar PKME

Selain itu, daur ulang kemasan plastik menjadi kemasan baru, yang dilakukan PT Unilever Cilacap.

”Berkat pembangunan digester yang menampung limbah ternak dan tahu, warga Desa Urutsewu Boyolali, bisa mendapatkan listrik dari biogas, yang bisa menyalakan pompa sumur, untuk pengadaan air bersih bagi 60 pelanggan. Ini lebih hemat daripada pakai kayu bakar,” tambah mantan Kepala Dinas ESDM Jateng ini.

Tim SB