blank
Narasumber Dr Ahmad Dwi NuryantoSH MH MM,, Ninik Jumoenita, dan Helen Intinya Surayda SH MH foto bersama seusai kegiatan. (Foto;News Pool USM)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Semarang (BEM USM) menggelar Diskusi Panel Bedah Undang-Undang Kekerasan Seksual dengan tema “USM Kampus yang Nyaman untuk Kuliah” di Gedung V lantai 6 USM pada 9 Mei 2023.

Kegiatan yang diikuti 300 mahasiswa tersebut menghadirkan narasumber Dosen Fakultas Hukum USM, Dr Ahmad Dwi NuryantoSH MH MM, Aktivis Komunitas Sang Puan, Ninik Jumoenita, dan Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Universitas Semarang, Helen Intinya Surayda SH MH sebagai pemateri.

Menurut Presiden Mahasiswa USM, Rusgiharto, kegiatan ini mengacu pada UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

“Tidak boleh ada yang melecehkan, merendahkan harkat dan martabat perempuan. Sanksi tegas dari Universitas, akan memberi rasa aman kepada setiap mahasiswa dalam menempuh pendidikan sehingga dapat menjadikan kampus yang nyaman untuk kuliah Hidup Mahasiswa, Hidup Perempuan Indonesia,” katanya.

“Salah satu dosa besar dunia pendidikan nasional di Indonesia adalah adanya kasus – kasus yang terjadi pelecehan seksual di kampus.Pelecehan seksual ini sangat buruk pengaruhnya bagi korban seperti mahasiswi-mahasiswi yang ada di kampus. Selain stres, korban bisa mengalami trauma apalagi jika pelecehan tersebut mengarah kepada kekerasan atau penyerangan,” tambah Rusgiharto.

Dr Ahmad Dwi NuryantoSH MH MM mengatakan, pelecehan seksual tidak hanya fisik tapi juga verbal. Dalam UU TPKS yang baru berumur 1 tahun merupakan kelengkapan dari KUHP, karena dilengkapi sanksi.

Hal senada dikatakan Perwakilan Koordinator Forum Perempuan (FP) Jateng-DIY BEM Seluruh Indonesia, Nur Edenne Yanuarvi. Dia menyampaikan keluhannya dengan memberikan fakta bahwa banyak terjadi pelecehan seksual di perguruan tinggi.

“Pihak universitas tidak boleh diam, melakukan pembiaran atas pelecehan seksual yang terjadi di lingkup kampus,” pungkasnya.

Sementara itu, Aktivis Komunitas Sang Puan Ninik Jumoenita mengatakan, pihaknya sangat menyanyangkan belum efektifnya rumah sakit rujukan karena belum maksimal menangani kasus – kasus pelecehan perempuan yang dilaporkan. “Itu mengakibatkan korban akhirnya menjadi pekerja seksual,” ucapnya.

Menurut Ketua Satgas PPKS USM, Helen Intania Surayda SH MH, pihaknya memastikan sesuai regulasi yang ada, di USM secara tegas memberi sanksi kepada pelaku tindak kekerasan seksual.

“USM akan memberi sanksi sedang sampai berat, mulai dari pencopotan jabatan, pencabutan beasiswa sampai skorsing dalam perkuliahan pada para pelaku pelecehan yang ada di universitas ini,” tandasnyas.

Muhaimin