Desain Cover by (Pay Abidin)

Duka sang Ratu

Pasukan khusus bernama Soreng yang mengepung Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin adalah prajurit pilih tanding andalan Arya Penangsang. Mereka dibekali ilmu kanuragan tinggi serta ilmu beladiri yang tidak sembarang prajurit Jipang memilikinya.

Semakin terdesak, Ratu Kalinyamat kehabisan tenaga. Dengan secepat kilat Ratu Kalinyamat berlari sambil menggendong jenazah Pangeran Hadlirin yang terkena anak panah beracun. Dengan cepat Ratu Kalinyamat berlari menuju kudanya dan segera memacunya. Tubuh Pangeran Hadlirin membiru akibat dari anak panah beracun yang tertancap. Ratu Kalinyamat memacu kudanya, namun kelompok pengepung tadi juga dengan sigap mengejar sambil mengeluarkan busur dan anak panah beracun.

Hujan anak panah mengenai kuda yang ditunggangi Ratu Kalinyamat. Kehilangan keseimbangan kuda tersebut tersungkur masuk kedalam sungai yang aliran airnya sangat deras. Mencoba mempertahankan jenazah Pangeran Hadlirin tetap dalam dekapannya, Ratu Kalinyamat menghanyutkan diri mengikuti arus sungai yang sangat deras. Hal ini membuat para pengepung kehilangan jejak Ratu Kalinyamat. Dengan tubuh basah kuyup dan luka disekujur tubuh, Ratu Kalinyamat dengan sekuat tenaga memegangi jenazah Pangeran Hadlirin.

Keluar dari sungai, Ratu Kalinyamat harus melewati perbukitan terjal dengan bebatuan cadas. Ratu Kalinyamat benar-benar kelelahan namun tetap melanjutkan perjalanan sambil membawa jenazah suaminya. Sesekali mewaspadai akan keberadaan pasukan Soreng. Setelah berhasil melewati sungai dan perbukitan terjal, tiba-tiba terdengar derap langkah kuda pasukan Soreng yang menyisir daerah tersebut.

Dari kejauhan Ratu Kalinyamat tahu kalau rombongan kuda tersebut adalah pasukan Soreng. Kembali Ratu Kalinyamat menuruni perbukitan terjal hingga terjatuh dari ketinggian, menyebabkan patah tulang di beberapa bagian tubuhnya. Dengan berjalan tertatih-tatih dan sangat menderita Ratu Kalinyamat berusaha sekuat tenaga untuk segera sampai di Mantingan.

Pasukan khusus Arya Penangsang yang sangat terlatih bernama Soreng ini segera memacu kudanya menuju ke arah barat dan mencegat di perbatasan antara Kudus dan Jepara. Semakin bertambah pasukan pengepung dalam mencari keberadaan Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadlirin.

Senja tampak terlihat dari ufuk barat, langit mulai gelap. Sekelompok Kelelawar keluar dari sarangnya tampak berputar-putar mencari makanan. Para petani memanggul cangkul dan dunaknya berjalan beriringan melewati pematang, segera meninggalkan sawah menuju ke peraduannya karena hari mulai gelap.

Derap pasukan berkuda Soreng kali ini berbaur dengan pasukan Arya Penangsang yang lain masih terus memburu keberadaan Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadlirin. Setelah melewati Desa Mayong, Purwogondo, Lebu Awu, Ratu Kalinyamat terus berlari menuju kearah barat sambil membawa jenazah Pangeran Hadlirin. Meskipun melewati keraton Kalinyamatan, namun Ratu Kalinyamat mengetahui bahwa keratonnya telah dikuasai pasukan dan Prajurit Arya Penangsang. Masuk kedalam keraton berarti menyerahkan nyawanya.

Pasukan berkuda Arya Penangsang terus mengejar melewati jalan utama Jepara. Sadar pasukan berkuda tersebut semakin dekat, Ratu Kalinyamat berbelok ke selatan memasuki kawasan hutan belantara, sebuah kawasan yang sebelumnya tidak pernah dilewatinya. Ada jalan setapak selebar bentangan tangan orang dewasa yang bisa dilaluinya menandakan kawasan tersebut ada kehidupan. Semakin masuk kedalam hutan, Ratu Kalinyamat terhindar dari kejaran pasukan berkuda Arya Penangsang. Kemudian Ratu Kalinyamat beristirahat di bawah pohon beringin besar.

Dari kejauhan tampak seorang wanita menimba air dari sebuah sumur. Setelah meletakan jenazah suaminya, Ratu Kalinyamat mendekati perempuan tersebut dan berkata:

“Assalamualaikum Nyai, kiranya sudi untuk memberikan sebatok air untuk saya…”

Mendengar suara yang tiba-tiba memecah kesunyian perempuan tersebut menoleh kearah Ratu Kalinyamat.

“Waalaikum salam…” perempuan tersebut menjawab sambil terbelalak matanya mengetahui yang di hadapannya adalah Putri Ratna Kencana pewaris takhta Kerajaan Demak yang berkuasa di Jepara. Terlihat dari pakaian dan tanda kebesaran kerajaan. Sambil menghaturkan sembah perempuan tersebut menanyakan,

“Ada apa gerangan yang terjadi Kanjeng Ratu, sehingga Kanjeng Ratu masuk kedalam hutan ini…?” Ratu Kalinyamat tidak segera menjawab.

“Maafkan hamba Kanjeng Ratu yang telah lancang…” perempuan tersebut segera menambahkan dan tampak menyesal atas pertanyaannya melihat jenazah Pangeran Hadlirin dibaringkan di bawah.

Kemudian Ratu Kalinyamat memerintahkan perempuan tadi untuk memanggil beberapa laki-laki untuk mempersiapkan tandu untuk dirinya dan jenazah suaminya. Kemudian perempuan yang di ketahui bernama Sri Kemuning itu segera memanggil beberapa orang laki-laki. Tiba di hadapan Ratu Kalinyamat semua orang menghaturkan sembah kepada Ratu Kalinyamat. Sambil bertanya-tanya ada apa yang sebenarnya terjadi.

“Antarkan saya menuju Astana Hinggil Mantingan, jangan sampai ada gerakan yang mencurigakan, Hindari Prajurit Arya Penangsang” perintah Ratu Kalinyamat.

“Siap segera laksanakan Kanjeng Ratu…!!!!” jawab mereka dengan serempak.

Setelah rombongan yang membawa tandu Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadlirin keluar dari hutan belantara tersebut menuju Mantingan, tiba-tiba dihadang oleh beberapa Prajurit.

“Berhenti… !!!”

Teriak seorang Prajurit melihat rombongan Ratu Kalinyamat. Rombongan yang membawa tandu dan jenazah Pangeran Hadlirin siaga menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

“Turunkan tandu itu, dan suruh yang di dalam untuk keluar…!!!”

Sekilas Ratu Kalinyamat melihat pakaian Prajurit tersebut dan ternyata bukan dari Prajuritnya Arya Penangsang, Ratu Kalinyamat memerintahkan berhenti sejenak dan keluar dari tandu. Melihat Ratu Kalinyamat keluar dari tandu, seluruh Prajurit menghaturkan sembah.

“Ampun beribu-ribu ampun Gusti Kanjeng Ratu, kami bertugas patroli sekaligus untuk mencari keberadaan Gusti Kanjeng Ratu…”

“Keadaan sedang gawat Gusti Ratu, Kerajaan Demak telah diduduki pasukan Arya Penangsang” lanjut Prajurit tersebut.

“Apakah keadaan Mantingan aman?” “Apakah terjadi huru hara di Jepara setelah mendengar Kerajaan Demak hancur?” Tanya Ratu Kalinyamat.

“Ampun Gusti Kanjeng Ratu, sementara ini keadaan Astana Hinggil Mantingan aman. Namun, yang kami ketahui di Jepara banyak terhadi huru hara, perampokan, pengrusakan, dan pemerkosaan menghantui penduduk Jepara”.

“Keraton Kalinyamatan dan Kerajaan Demak telah jatuh dan dikuasai pasukan Arya Penangsang Kanjeng Ratu…” lanjut Prajurit tersebut.

“Pasukan kami hanya bisa membendung pasukan Arya Penangsang di sebelah barat Keraton Kalinyamatan Kanjeng Ratu…” Prajurit tersebut menambahkan.

Ratu Kalinyamat menyimak keterangan dari Prajurit dengan hati masygul, dan segera masuk kedalam tandu. Sebelum masuk kedalam tandu Ratu Kalinyamat Berkata,

“Cari Kanjeng Sunan Kalijaga di Kadilangu sekarang juga, kabari akan berita bahwa Pangeran Hadlirin telah wafat. Sampaikan kepada Kanjeng Sunan bahwa telah ditunggu di Masjid Mantingan malam ini juga untuk ikut prosesi pemakaman Pangeran Hadlirin..”

“Satu lagi…sampaikan kepada Galeh Seret untuk menancapkan Keris Nogo Sejati di jalan masuk Jepara sekarang juga untuk membendung pasukan musuh !!!!” Ratu Kalinyamat menambahkan.

“Siap laksanakan Kanjeng Ratu..!!!!” jawab Prajurit tersebut. (ua)

Bersambung