JEPARA (SUARABARU.ID) – Pesta Lomba Jepara tidak bisa dilepaskan dari Mbah Ronggo dan Encik Lanang. Sebab kedua tokoh inilah yang sudah menyelamatkan dua pejabat kabupaten Jepara yang nyaris tenggelam karena amukan badai saat perahu mereka sedang berlayar menuju Karimunjawa.
Peristiwa tahun 1855 itulah yang kemudian disyukuri oleh dua pejabat kabupaten itu. Salah satunya dengan melarung sesaji ketengah lautan sebagai ungkapan rasa syukur sebab mereka bisa kembali kedaratan dengan selamat. Tentu atas seijin dan restu Adipati Citrosomo VII yang saat itu menjadi adipati Jepara.
Syukuran itu kemudian terus berlanjut setiap tahun. Bahkan kemudian mereka memilih waktu untuk larungan yaitu tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Kuat dugaan larungan pertama kali diadakan adalah setelah Hari Raya Idul Fitri 1303 H, saat kedua pejabat tersebut nyaris tenggelam. Ucapan syukur dua pejabat tersebut kemudian terus dilakukan setiap tahun
Bahkan kemudian pada 1868, atau 13 tahun kemudian telah menjadi acara yang menarik dan ramai, sebagaimana ditulis dalam Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië (TNI) atau Jurnal Hindia Belanda yang terbit pada tahun 1868. Judul artikel ini adalah Het Loemban Feest Te Japara atau Kegiatan pada Lomban di Jepara.
Jurnal ini juga menyebutkan, pesta lomban yang berasal dari Jepara tidak pernah terdengar di tempat lain. Artinya bahwa pada tahun 1868, Pesta lomban di Jepara adalah satu-satunya pesta lomban di pesisir pantai Jawa.
Siapa Mbah Ronggo ?
Berdasarkan cerita tutur masyarakat Ujungbatu dan bahkan Jepara, Mbah Ronggo diyakini sebagai salah satu pimpinan pasukan Pangeran Diponegoro yang mengasingkan diri ke Jepara setelah Pangeran Diponegoro ditangkap tahun 1930. Bersama putrinya, ia tiba di Jepara sekitar tahun 1931. Ia memilih tinggal di Jepara, sebab ia memiliki sejumlah kerabat yang tinggal di kota ini saat Mataram berkuasa. Ia kemudian dikenal sebagai Mbah Ronggo Mulyo. Ikut dalam rombongan Mbah Ronggo sejumlah prajurit dari Mataram.
“Karena itu tidak jauh dari makam Mbah Ronggo, di Desa Mulyoharjo juga ada makam Mbah Mataram. Sedangkan di Kaliombo Pecangaan ada Makam Ronggo Joyo Kusumo. Juga ada Makam Mbah Klambu di Bukit Kayu Mulyoharjo serta Ronggo Wangi di Pengkol” ujar Arief Cahyana, yang mendapatkan kepercayaan sebagai juru kunci makam Mbah Ronggo.
Konon Mbah Ronggo bersama putrinya tinggal tidak jauh dari pelabuhan Jepara. Ia memilih membangun rumah di sebelah utara Benteng Jepara. Disamping itu ia juga membuat sumur tidak jauh dari rumahnya. “Sumur yang saat ini dikenal sebagai sumur Mbah Ronggo itu airnya tawar. Dulu sebelum ada air PDAM, masyarakat Ujungbatu dan sekitarnya mengambil air dari sumur ini untuk berbagai keperluan,” ujar Arief Cahyana yang juga putra H. Zaenal Arifin, sesepuh desa yang 30 tahun lebih menjadi lurah Ujungbatu.
Sumur Mbah Ronggo ini sampai sekarang dinilai memiliki kekuatan mistis. “Banyak orang yang setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Jepara, sebelum pulang kerumah mereka membersihkan diri dulu di sumur Mbah Ronggo. “Harapannya mereka tidak lagi mengulang kesalahannya dan juga memohon kekuatan agar dijauhkan dari godaan,” papar Arief Cahyana.
Masih menurut penuturan Arfief Cahyana, sifatnya Mbah Ronggo sangat baik dan suka menolong. “Disamping itu beliau juga dikenal memiliki “kadigdayan linuwih” hingga daerah sekitar Teluk Jepara sangat aman karena tidak ada orang yang berani berbuat jahat,” tutur Arief Cahyana.
Masyarakat Ujungbatu juga menyakini jika Mbah Ronggo juga memiliki peran dalam mensyiarkan Islam di daerah pesisir. “Karena itu wasiat leluhur kami, setiap akan melakukan pelarungan sesaji, sebelumnya kami juga harus ziarah ke makam para penguasa pesisir Jepara, termasuk ziarah ke makam Kyai Amir Hasan di Karimunjawa,” ujarnya.-
Di Makam Mbah Ronggo setiap malam Jumat Wage dan Jumat Wage juga ada ritual khusus masyarakat Ujungbatu. “Kami meyakini beliau adalah salah satu tokoh dan cukal bakal Ujungbatu,” tuturnya.
Hadepe