Lelaki asal Wonogiri ini pun berkisah tentang perjalanan hidupnya, merantau ke Semarang. Dia bertutur, sebelum menjadi pegawai negeri di Pemkot Semarang dia pernah bekerja di sebuah BUMN. Jadi dia pernah bertugas ndi beberapa kota di Indonesia. Hingga suatu saat dia kemudian diangkat menjadi pegawai di Pemkot Semarang.
“Istri saya juga sama-sama dari Wonogiri. Sekarang tinggal berdua karena anak-anak sudah mentas. Satu di Semarang dan satu di Kandangan, Temanggung,” tuturnya.
Benar-benar seperti rumah sendiri. Begitu pula esok paginya, ketika kami bangun, kembali ditanya mau minum apa. Lebih dari sekadar di rumah sendiri. Selain the manis, juga ada kudapan lain. “Kalau mau dhahar sudah kami siapkan pecel dan telur dadar,” kata Sarwanti.
Ternyata bukan hanya telur dadar, ada juga tempe dan tahu goreng, juga kerupuk. Di rumah sendiri belum tentu seperti ini. Tetapi suasananya memang seperti di rumah.
Setelah sarapan, kami pun melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan siang hari makan bersama sega kethek sajian khas Kandri di Omah Pintar Petani. Setelah itu kami balik ke home stay untuk pamitan kepada Pak Widodo dan Sarwanti.
Sebuah kesan mendalam semalam menginap di rumah keluarga Pak Widodo – Bu Sarwanti. Semakin bisa dihayati, bahwa pariwisata tak sekadar piknik belaka, tetapi juga bisa menambah keluarga.
Widiyartono R.