SEMARANG (SUARABARU.ID) Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Kakek Rindo (81), warga RT 001 RW 003, Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali blokir tanah hak miliknya, di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Boyolali.
Pemblokiran tersebut dilakukan oleh Kakek Rindo atas sertifikat hak milik tanah miliknya, dengan nomor Sertifikat HM No 1977/Tegalsari Nomer berkas 7410/2023, HM No 1978/Tegalsari Nomor berkas 7412/2023, HM No 1979/Tegalsari Nomor berkas 7414/2023, HM No 1980/ Tegalsari Nomor berkas 7415/2023, HM No 1981/Tegalsari Nomor berkas 7411/2023, yang kesemuanya berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali.
Menurut Anisah, SH, pengacara Kakek Rindo dari Kantor Advokat Anisah & Associates, hal itu dilakukan sebagai upaya untuk memperjuangkan apa yang menjadi haknya, atas penjualan tanah hak milik atas nama kliennya, yang dijual oleh anak tirinya berinisial B, kepada salah satu pengembang perumahan tanpa sepengetahuan Kakek Rindo dan tanah dipecah menjadi 5 sertifikat dan dalam prosesnya termasuk pengukuran tidak pernah dilibatkan saat pemecahan sertifikat tersebut.
“Pak Rindo itu sebelumnya memiliki sebidang tanah seluas 3206 M2, dengan SHM No 01921, yang berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali. Kemudian kisaran satu setengah tahun yang lalu, meminta tolong kepada anak-anaknya (anak kandung maupun anak tiri), untuk menjualkan tanahnya itu. Kemudian anak tirinya (B) membujuknya, agar dia yang menjualkan tanah tersebut kepada temannya, yang berprofesi sebagai pengembang perumahan. Tanpa sepengetahuan Pak Rindo, tanah dipecah menjadi 5 sertifikat dan dalam prosesnya, termasuk pengukuran Pak Rindo tidak pernah dilibatkan saat pemecahan sertifikat tersebut,” jelasnya kepada Wartawan di Semarang, Sabtu (25/3/2023).
Saat itu, lanjut Anisah, anak tirinya (B) meminta Pak Rindo untuk tanda tangan di atas kertas dan tidak tahu isi kertas tersebut untuk apa, karena B tidak menjelaskan dan tangan Pak Rindo dipegang paksa oleh B untuk membubuhkan tanda tangan dan cap jempol tanpa penjelasan apapun dan untuk keperluan apa.
“Kejadian itu terjadi satu setengah tahun yang lalu, di rumah tempat tinggal Pak Rindo dan baru diketahui sekarang di tahun 2023, kalau tanda tangan dan cap jempol tersebut, ternyata untuk pembuatan surat kuasa jual, padahal pak Rindo tidak pernah dihadirkan di hadapan Notaris,” tandasnya.
Dikatakan pula oleh Anisah, walaupun proses pemblokiran mengalami banyak kendala dari oknum-oknum tertentu dan sudah melalui mediasi sebanyak dua kali, yang difasilitasi oleh pegawai BPN Kabupaten Boyolali, akhirnya pemblokiran 5 sertifikat tersebut dapat dilakukan secara resmi pada 13 Maret 2023 lalu.
“Saat awal mediasi, Pak Rindo disarankan oleh oknum-oknum tertentu, agar tidak membawa pengacara atau orang yang paham hukum dan juga tidak mengundang wartawan. Kemudian di mediasi kedua, bersama anak kandung Pak Rindo bernama Murtando pada 10 Maret 2023, tidak juga menemukan titik temu. Akhirnya setelah pengajuan blokir, surat blokir tertulis dikeluarkan BPN Kabupaten Boyolali pertanggal 13 Maret 2023,” urainya.
Oleh sebab itu, Anisah menekankan, demi azaz keadilan mayarakat dan proses upaya hukum yang masih berjalan, agar pemblokiran surat tanah atas nama Pak Rindo tidak dibuka sebelum proses hukum selesai dan diterima apa yang menjadi haknya, yaitu uang penjualan atas tanah hak milik Pak Rindo.
“Kami tekankan, agar surat pemblokiran yang dikeluarkan BPN Kabupaten Boyolali dengan nomor HP.03.02/1076-33.09/III/2023, tertanggal 13 Maret 2023 itu tidak dibuka blokirnya, sampai proses hukumnya selesai dan Pak Rindo menerima apa yang menjadi haknya, yaitu uang hasil penjualan atas tanah hak miliknya Pak Rindo,” tegasnya.
Absa