blank
Kuasa Hukum penggugat, saat menyerahkan alat bukti surat kepada majelis hakim. Foto: net

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Sekretaris Daerah Kabupaten Kendal, Sugiono mengatakan, bila ada ASN yang sedang beperkara di pengadilan, sebaiknya dikomunikasi terlebih dahulu dengan pihaknya. Bukan langsung ke pengadilan melalui jasa pengacara.

”Kalau ASN itu, segala sesuatunya terlebih menyangkut dengan administrasi kepegawaian, ada prosedurnya, yakni pejabat diatasnya. Bukan langsung menguasakan ke pihak lain,” kata dia, dalam keterangannya di Kendal, Sabtu (18/3/2023), terkait adanya kasus yang menimpa salah satu ASN Pemkab Kendal.

Seperti diberitakan, Majelis Hakim Perkara 99/G/2022/PTUN.SMG, dalam amar putusan yang diunggah pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Semarang, tertanggal 15 Maret 2023, mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, dan menyatakan batal atas Keputusan Sekretaris Daerah Kabupaten Kendal Nomor: 474.2/1067/2022.

BACA JUGA: Sistem Penjurian Baru Jadikan Pemain Papan Bawah Berani Bersaing

Dalam putusan itu juga mewajibkan Sekda Kendal untuk mencabut Keputusan Sekretaris Daerah Kabupaten Kendal Nomor: 474.2/1067/2022, tentang Penolakan Permintaan Izin Perceraian, atas nama penggugat sebagai ASN yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya.

Kuasa Hukum penggugat, Nasrul Dongoran dari Net Attorney, menyampaikan, permohonan cerai yang sebelumnya diajukan penggugat kepada Sekda Kendal sebagai atasan penggugat, merupakan komitmen dari penggugat sebagai ASN yang patuh terhadap prosedur dan upaya dari penggugat, untuk terlepas dari tindak kekerasan yang dialaminya.

”Sekda Kendal menganggap, kekerasan yang dialami penggugat dalam rumah tangganya, merupakan alasan yang tidak masuk akal. Sehingga menolak permohonan izin cerai yang diajukan penggugat,” kata Nasrul dalam keterangannya, Jumat (17/3/2023).

BACA JUGA: PT PLN IP Semarang PGU Bersama IZI Jateng Salurkan Program Sarpras untuk Sekolah

Ditambahkan dia, tindakan Sekda itu seyogyanya telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB), dan melanggar hukum yakni Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan ratifikasi aturan HAM lainya, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS dan Perda Kendal Nomor 6 Tahun 2017 tentang penghapusan kekerasan berbasis gender.

”Putusan ini merupakan momentum yang sangat berharga bagi Sekda Kendal, sebagai pejabat di Pemerintah Kabupaten Kendal, untuk menunjukkan komitmennya terhadap upaya perlindungan bagi perempuan korban kekerasan,” imbuhnya.

Menurut Nasrul, Tim Advokasi Perlindungan Perempuan, meminta kepada Sekda Kendal untuk melakukan beberapa hal. Di antaranya, Sekda Kendal agar mematuhi dan menerima Putusan Hakim PTUN Semarang, perkara nomor 99/G/2022/PTUN.SMG.

BACA JUGA: UNS Raih Penghargaan PR Indonesia Award 2023

Sekda Kendal juga harus melindungi perempuan korban kekerasan di wilayahnya, sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan ratifikasi aturan HAM lainya, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS, dan Perda Kendal Nomor 6 Tahun 2017 tentang penghapusan kekerasan berbasis gender.

”Selain itu, Sekda Kendal untuk segera mengeluarkan izin cerai kepada penggugat, sebagai perempuan korban kekerasan. Sebab penundaan pemberian izin akan menambah derita bagi korban setiap harinya,” tegas Nasrul.

Spw/Riyan