blank
Teguh Santoso. Foto: dok

KUDUS (SUARABARU.ID) – Kisruh soal ujian perangkat desa di Kabupaten Kudus nampaknya terus berlanjut. Peserta ujian yang lolos sebagai rangking satu secara tegas menolak usulan panitia seleksi untuk ujian ulang.

Teguh Santoso, koordinator Garank (Gabungan Rangking 1) alias para peserta yang lolos sebagai peringkat teratas, mempertanyakan dasar panitia yang menginginkan ujian ulang.

Sebab, kalau alasan ujian ulang dikarenakan Universitas Padjajaran (Unpad) sebagai penyelenggara wanprestasi atas ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama, semestinya ujian bisa dihentikan sejak awal.

“Sejak sesi pertama ujian, sudah diketahui ada ketentuan PKS yang tidak dilaksanakan seperti pengumuman skor tidak realtime. Kenapa panitia membiarkan ujian tetap terus berlanjut?,” tanya Teguh, Kamis (23/2).

Sehingga patut dipertanyakan ketika semua hasil ujian diumumkan, baru panitia mempersoalkan ketentuan dalam PKS.

“Harusnya sejak awal ketahuan ada klausul dilanggar sudah dihentikan, bukan setelah ujian selesai dan ada hasilnya. Kami dari peserta pun sebenarnya sudah komplain sejak sesi 1 perihal nilai tidak realtime, tapi tidak ada tanggapan,”paparnya.

Teguh khawatir jika usulan ujian ulang ini karena adanya kehendak dari pihak-pihak tertentu yang tidak puas dengan hasil yang sudah ada.

“Kami khawatir bahwa yang lolos menempati rangking 1 ini bukan yang dikehendaki oleh pihak-pihak tertentu sehingga usulan ujian ulang muncul,”tandasnya.

Teguh pun menyebut, ujian ulang juga belum menjamin akan berlangsung secara murni. Bahkan dirinya khawatir ujian ulang berpotensi memunculkan intervensi dari pihak-pihak yang tak bertanggungjawab.

Teguh yang juga seorang advokat tersebut juga memastikan jika ujian ulang perangkat desa dilaksanakan, dia akan menggugat secara hukum karena merasa dirugikan.

Oleh karena itu, Teguh menyebut opsi ujian ulang untuk mengurai benang kusut seleksi perangkat desa bukan solusi yang tepat.

Pihaknya justru menginginkan agar ada uji digital forensik untuk memastikan bahwa hasil ujian yang sudah diumumkan benar-benar fair dan tidak ada rekayasa.

Karena Teguh merasa dirinya bersama rekan-rekannya benar-benar lolos secara murni tanpa harus membayar sebagaimana diisukan jauh sebelum pelaksanaan seleksi.

“Saya kira uji digital forensik akan lebih fair untuk memastikan tidak ada kecurangan. Hal tersebut lebih scientific dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,”tandasnya.

Ali Bustomi