blank
Pdt. Danang Kristiawan

Pdt. Danang Kristiawan

Hari Natal menjadi peristiwa yang sangat penting bagi umat Kristiani. Peristiwa Natal dipahami sebagai bukti dari cinta Allah terhadap dunia. Sang Firman hadir bersama dengan manusia dan terlibat dengan realitas kemanusiaan. Natal menjadi wujud dari rengkuhan Allah atas manusia dan semesta. Relasi antara Allah dan manusia dipulihkan, demikian juga relasi antarmanusia dan semesta. Itulah makna dari damai sejahtera (shalom) itu sendiri.

Karena Natal pada hakikatnya merupakan bentuk dari kehadiran dan keterlibatan Allah di tengah dunia, maka perayaan Natal seharusnya memanggil gereja dan umat Kristen pada umumnya untuk ikut berpartisipasi dalam karya Allah di tengah dunia yang membawa pemulihan dan damai sejahtera bagi semesta. Perayaan Natal tidak boleh berhenti pada kemeriahan acara-acara di dalam gedung gereja atau pada ritual keagamaan semata. Natal justru memanggil gereja dan umat Kristen untuk keluar dari gedung gereja dan menjumpai dunia sebagai ruang berpartisipasi pada karya Allah.

Natal dan Solidaritas Sosial

Kisah Natal yang selalu dibaca dan diceritakan pada setiap acara natal, memberi banyak inspirasi bagi umat Kristiani. Salah satu yang menonjol adalah dalam kisah Natal terkandung pesan keberpihakan Allah pada kelompok masyarakat yang tersisih. Yesus lahir di tempat yang sangat sederhana dan kurang layak. Berita kelahiran-Nya disampaikan kepada para gembala, kelompok masyarakat yang paling rendah.

Nyanyian Maria menunjukkan sebuah harapan kuat bahwa Allah berkarya membebaskan yang tertindas dengan menggulingkan kekuasaan-kekuasaan tiran (Lukas 1:51-53), sebuah nyanyian revolusioner yang dinyanyikan oleh perempuan muda di tengah kekuasaan imperium Roma yang tengah berkuasa saat itu. Bahkan dalam kelanjutannya keluarga Yusuf dan Maria serta bayi Yesus harus mengungsi sebagai orang asing di Mesir. Inti dari semua itu adalah Allah berpihak kepada yang lemah dan berkarya bersama dengan orang-orang yang lemah, miskin, tersisih.

Dari inspirasi kisah Natal ini, seharusnya menguatkan gereja dalam visi pelayanannya di tengah dunia. Gereja dan umat Kristen tidak netral! Gereja harus berpihak, yaitu berpihak kepada mereka yang lemah, miskin, dan tersisihkan (preferential option for the poor and weakness). Di tengah kehidupan sosial yang semakin terkotak-kotak karena perbedaan, baik itu ekonomi, latar belakang budaya, maupun agama, gereja dipanggil untuk melampaui sekat-sekat yang memisahkan itu.

Gereja perlu dengan kerendahan hati merajut persaudaraan kepada semua orang dan menjadi sahabat bagi orang-orang yang tersisihkan. Oleh sebab itu, perdamaian, kepedulian sosial, keterlibatan dalam karya keadilan bukan hanya menjadi sebuah program gereja semata, tetapi menjadi bagian dari jati diri gereja yang dipanggil turut berpartisipasi dalam karya Allah menyatakan damai sejahtera di tengah dunia.

Natal dan Kepedulian Lingkungan

Selain kepedulian sosial, gereja juga dipanggil untuk memiliki perhatian terhadap persoalan lingkungan yang saat ini semakin memprihatinkan. Tidak dapat dipungkiri selama ini gereja kurang memberi perhatian yang cukup soal isu ini. Ada kesan bahwa persoalan lingkungan hidup bukan persoalan rohaniah yang selama ini menjadi perhatian gereja sebagai lembaga keagamaan. Tentu itu bukan pemahaman yang tepat!

Selama ini memang perhatian kita terlalu antroposentris (berpusat pada manusia), termasuk dalam penafsiran-penafsiran Kitab Suci maupun upaya berteologi kita. Lalu apa hubungannya Natal dan lingkungan (ekologi)? Elizabeth Johnson memberikan wawasan yang menarik dengan apa yang disebut sebagai “deep incarnation, bahwa Kristus hadir di dunia bukan hanya bersolidaritas terhadap penderitaan manusia tetapi juga pada realita non-manusia (non-human being), termasuk alam raya.

Dalam keyakinan Kristen sebagaimana disaksikan dalam Kitab Suci disebutkan bahwa alam raya diciptakan melalui Firman, dan di luar Dia tidak ada sesuatupun yang jadi (Yohanes 1:1-3). Seluruh realitas pada dasarnya diciptakan di dalam Dia, oleh Dia, dan untuk Dia (Kolose 1:16). Itulah yang menjadi dasar bahwa alam raya ini ada di dalam. Itu berarti Sang Firman (Kristus) hadir dalam setiap realitas, termasuk alam raya. Itulah yang biasa dikenal dengan istilah “Kristus Kosmis”.

Menyadari kehadiran Kristus dalam alam raya membuat kita lebih menghargai lingkungan. Alam dan lingkungan sekitar kita tidak kita lihat sebatas sebagai obyek material yang keberadaannya hanya dimaknai sebatas pada manfaat pada manusia semata, tetapi alam dan lingkungan dapat dilihat sebagai jejak-jejak kehadiran Allah yang juga dirahmati oleh Dia.

Maka pada masa natal semacam ini diperlukan sebuah semangat pertobatan ekologis, yaitu sebuah upaya untuk lebih menghargai alam dan lingkungan. Maka sekali lagi gereja dan umat Kristen perlu berpihak terhadap upaya-upaya dalam melindungi dan memulihkan lingkungan yang selama ini banyak diabaikan dan dieksploitasi.

Selamat Natal, selamat menemukan kehadiran Kristus dalam wajah saudara-saudari kita yang lemah dan alam di sekitar kita, selamat berpartisipasi dalam cinta Allah terhadap dunia. Sebagai penutup, ada puisi dari Howard Thurman yang menarik untuk direnungkan

Aku Akan Menyalakan Lilin-lilin Natal Ini

(Howard Thurman)

Aku akan menyalakan lilin-lilin natal ini

Lilin-lilin sukacita meskipun di tengah kesedihan

Lilin-lilin pengharapan di mana keputusasaan mengintai

Lilin-lilin semangat ketika ketakutan datang

Lilin-lilin perdamaian di saat hari-hari yang penuh badai

Lilin-lilin anugrah untuk meringankan beban yang berat

Lilin-lilin cinta untuk menginspirasi semua kehidupanku

Lilin-lilin yang akan menyala di sepanjang tahun

Ketika pujian-pujian Malaikat telah berlalu

Ketika bintang-bintang di langit telah pergi

Ketika para raja dan pangeran ada di rumah

Ketika para gembala kembali ke domba peliharaan mereka

Karya Natal dimulai:

Untuk menemukan yang terhilang

Untuk menyembuhkan yang hancur

Untuk memberi makan yang lapar

Untuk membebaskan yang terpenjara

Untuk membangun kembali bangsa-bangsa

Untuk membawa damai di antara setiap orang

Untuk membuat musik di dalam hati

Penulis adalah Ketua Badan Musyawarah Antar Gereja Kabupaten Jepara dan Pendeta Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Jepara