blank
Hadi Priyanto menerima penghargaan dari Kadisparbud Jepara Zamroni Lestiaza.

JEPARA (SUARABARU.ID) –Pemerintah Kabupaten Jepara memberikan penghargaan khusus kepada empat warganya yang dinilai telah berkontribusi luar biasa dalam pemajuan kebudayaan daerah. Keempatnya adalah Hadi Priyanto, Sarjono, Purwanto, dan Paniri.

Dalam penganugerahan yang berlangsung di Pendopo Kartini  Selasa malam (22/11/2022) terungkap, keempatnya memberikan kontribusi yang berbeda-beda dalam pemajuan kebudayaan di Jepara. Penghargaan diserahkan oleh Pj Bupati Jepara yang diwakili Kepala Dispartabud Zamroni Listiaza.

blank
Penghargaan untuk para petinggi yang telah melestarikan seni tradisional. Petinggi desa Gedangan, Pringtulis, Ngoto, Ngeling, Tegalsambi, Mulyoharjo, Mindahan, Suwawal, Jugo, dan Desa Cepogo.

Hadi Priyanto, pensiunan PNS  ini diberi penghargaan atas kontribusinya dalam pendokumentasian seni dan budaya daerah dalam bentuk buku dan artikel.Sedangkan Paniri diberi penghargaan dalam kategori pelestari seni tradisi.  Sementara Purwanto yang juga warga Bondo diberi penghargaan kategori pengembang kebudayaan. Purwanto merupakan pensiunan penjaga SD. Sedangkan Sarjono, PNS aktif di Disdikpora Kabupaten Jepara, diberi penghargaan karena dinilai berprestasi dalam kategori peduli seni dan budaya.

blank

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara Zamroni Lestiaza dalam sambutannya  mengatakan,  penghargaan ini merupakan bentuk penghargaan pada mereka yang memiliki dedikasi luar biasa dalam pelestarian seni dan budaya. “Agar tak ditinggalkan pewarisnya, seni harus terus dikembangkan tanpa harus menghilangkan jati diri seni  budaya lokal,” ujarnya.

Profile Penerima Penghargaan

Drs Hadi Priyanto, MM.

Sejak aktif sebagai PNS Pemkab Jepara tahun 1982, Hadi Priyanto aktif mengangkat kekayaan budaya Jepara dalam tulisan artikel di berbagai media, mulai dari seni ukir, lomban, perang obor, tenun, batik, kentrung, dan berbagai  seni dan budaya daerah. Juga sejarah Jepara.

Juga aktif sebagai Ketua Umum  Yayasan Kartini Indonesia yang banyak bergerak dalam upaya pelestarian nilai dan semangat R.A. Kartini dan juga tokoh-tokoh sejarah yang menjadi inspirasi dan kebanggaan Jepara.

blank
Penampilan dalang cilik.

Hadi Priyanto juga dicatat aktif  menyelenggarakan forum-forum diskusi budaya serta sebagai inisiator lahirnya Festival Kartini dan even-even kreatif berbasis penguatan  budaya dan potensi lokal.

Bukan hanya itu,  Hadi Priyanto juga aktif di lembaga swadaya masyarakat  yang bergerak dalam pelestarian seni dan budaya Jepara mulai pembina Yayasan  Margo Langit, pembina Yayasan Pelestari  Budaya dan Sejarah Jepara, Pembina Forum Pemuda Pelestari Budaya  dan Sejarah Jepara, serta pembina perpustakaan Gardu Baca. Hadi Priyanto juga menjadi  Ketua Forum Penulis Jepara Literasi dan  Ketua Lembaga Pelestari Seni Ukir, Tenun dan Batik Jepara.

Ia dengan tekun mengumpulkan cerita-cerita  rakyat yang hampir hilang dan kemudian menuliskannya dalam buku. Ada buku Legenda Jepara, buku Ensiklopedi Toponimi Jepara, Legenda Mitos dan Sejarah 35 Kota di Jawa Tengah, dan  Mozaik  Seni Ukir yang ditulisnya bersama tim. Juga ada buku-buku tentang tokoh-tokoh Jepara mulai dari Ratu Kalinyamat, R.M.P. Sosrokartono 2 buku, dan R.A. Kartini 2 buku.

Oleh para pelajar dan  mahasiswa mulai jenjang sarjana hingga program doktoral, Hadi Priyanto sering dijadikan narasumber ketika mereka sedang menyelesaikan tugas akhirnya jika mengambil tema penelitian seni ukir,  R.A. Kartini,  R.M.P. Sosrokartono, legenda Jepara, dan tradisi serta budaya Jepara.

Paniri, S.Pd

Penerima penghargaan kategori pelestari seni tradisi, Paniri, oleh Pj Bupati  Jepara dicatat telah mencintai seni tradisi sejak masih remaja. Peran yang dimainkan  pertama kali di atas panggung ketoprak adalah sebagai seorang ledek. Setelah diangkat menjadi guru pegawai negeri tahun 1975 peran itu masih saja dijalani, walaupun kemudian ia juga memainkan  peran lain sesuai yang diberikan oleh sang sutradara.

Paniri juga mendirikan grup ketoprak yang diberi nama Hendro Budoyo. Namun karena banyak tokoh yang meninggal dunia dan pentas ketoprak tidak lagi ramai, ia mengembaangkan Reog Candi Budoyo sejak tahun 2012.

Karena kecintaan pada seni budaya, pada tahun 2006, Paniri pernah menggelar sebuah even Festiva Barongan Dencong menampilkan 34 grup barongan di alun-alun Jepara yang dicatat dalam rekor Muri.

Karena kondisi kesehatannya, Paniri akhirnya mengajukan pensiun muda sebagai seorang guru  tahun  1998. Paniri menderita glukoma hingga matanya tidak bisa lagi melihat dengan jelas. Namun kecintaan dan kesetiaan pada seni tradisi tidak pernah luntur. Bahkan dalam usianya yang samakin tua, Paniri masih banyak menyuarakan tentang perlunya  nguri-uri seni tradisi. Reog Candi Budoyo yang didirikan 10 tahun yang lalu, masih tetap eksis di tengah-tengah  pengaruh globalisasi.

Sarjono, SE.

Beda lagi dengan Sarjono yang diberi penghargaan kategori peduli seni dan budaya. ASN di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga ini sejak tahun 1998 memulai aktivitas berkesenian di Jepara dengan ikut ambil bagian dalam pendirian Teater Gaperto. Ia kemudian  memimpin Jaringan Teater Pelajar Jepara (Jutapsara) yang kemudian berkembang menjadi Yayasan Jaringan Budaya untuk Perkembangan Jepara (Jungpara).

Bersama Jungpara, kreativitasnya mengalir sehingga menghasilkan produk-produk seni budaya diantaranya Komunitas Musik Bambu Mpu Palman dengan macapat pesisiran-nya. Juga Wayang Bathok “Golek Langkung” yang sempat unjuk karya di berbagai festival budaya seperti Borobudur Internatinal Festival. Sarjono juga mengelola tempat pertunjukan “Panggung  Alit” yang  menjadi basis kreativitas seniman lintas  usia,  lintas cabang, diantaranya melahirkan komunitas karawitan “Putu Langgar”

Upaya pelestaran seni tradisi, khususnya seni KENTRUNG dengan membuka pelatihan kelas kentrung yang kemudian melahirkan Komunitas Kentrung  anak-anak muda “Ken Palman Kentrung Milenial. Tidak cukup hanya mengadakan pelatihan, tetapi juga ikut larut sebagai pengentrung  dengan menggubah syar-syair kentrung  yang  mengangkat cerita-cerita rakyat dan sejarah Jepara.

Melalui Penerbit Jungpara ia  juga memfasilitasi serta mendorong masyarakat  Jepara khususnya kalangan pendidik untuk menerbitkan karya-karyanya, fiksi maupun nonfiksi, sebagai salah satu strategi gerakan  literasi.

“Blangkon ikat Jepara” yang berbahan kain tenun Troso dan saat ini menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat Jepara, juga salah satu hasil kreativitasnya dalam memadukan unsur seni budaya, industri UMKM, dan Fashion.

Purwanto

Sedangkan Purwanto yang diberi penghargaan kategori pengembang adalah pensiunan ASN Penjaga SD di Desa Bondo Kecamatan Bangsri  yang lahir 27 Desember 1958. Oleh Disparbud, dia dicatat sejak kecilnya hidup di tengah keluarga seniman. Karena itu ia sangat menyukai seni tradisional, khususnya gamelan

Purwanto mulai tertarik untuk menekuni Gamelan Jawa ketika masih berumur  9 tahun, atau sekitar tahun 1967-an. Sebab di samping suka wayang, kakeknya memiliki seperangkat gamelan Jawa sehingga mudah bagi Purwanto belajar Gamelan.

Purwanto ikut aktif dalam pementasan ketika berusia 17 tahun. Saat itu ia memainkan instrumen bonang penerus dalam pementasan wayang kulit. Namun ia terus beajar hingga mahir pula memainkan beberapa instrumen gamelan  seperti saron, demung, gender, gambang, siter, slentem dan gendang.

Kesenian yang digeluti Purwanto hingga saat ini yaitu, pewayangan yang berperan sebagai pengendang dan penggender, pengajar karawitan anak di salah satu sekolah dasar, kelompok campursari, komposer iringan untuk tari-tarian, dan aktif dalam salah satu kelompok ketoprak di Jepara.

Selain aktif sebagai pelaku kesenian, Purwanto juga berperan di balik panggung yaitu sebagai pengatur keuangan dalam kelompok campursari miliknya bernama Gondo Arum, maupun dangdut yang bernama Birawa. Di samping itu ia juga berperan sebagai “penghubung panjer/managemen” di dalam beberapa kelompok wayang kulit yang diikutinya.

Disamping berkarya dalam berkesenian, Purwanto juga diberi mandat oleh dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten  Jepara untuk membagi pengalaman dan kemampuan yang ia miliki dengan utuk  pengajar karawitan di tingkat Sekolah Dasar (SD) Guyangan 02, Bangsri, Jepara hingga saat ini.

Pemenang Lomba Dalang dan Waranggono

Disamping itu  diserahkan juga hadiah lomba dalang cilik dan waranggono cilik. Untuk waranggono diraih oleh Sukma Ayu Dewi Lestari, Safira Marta Hardiyanti, Nasjwa Aulia Syafa. Untuk dalang tingkat SD diraih oleh Wahyu Dharma Dhara,Tegar Fachur Rozi dan Muhamad Kamaludin. Sedang lomba dalang tingkat SMP diraih oleh Sudhanang Bodhi Wijahayo, Valindita Rafiansyah dan Sulistyo Wibowo.

Acara ditutup dengan pagelaran wayang  menampilkan Ki Dalang Heru Prabakusuma S.SN dengan lakon Tripama Kawedar.

ua/indri/aksl