blank
Menunggu waktu 22 tahun untuk mewujudkan islah suporter Solo dan Yogyakarta.(Dok.Museum TitikNol)

SOLO (SUARABARU.ID) – Pendiri dan sekaligus Presiden pertama suporter Pasoepati Solo, Mayor (bukan tentara) Haristanto, menyatakan bersyukur dan mengapresiasi terwujudnya islah suporter Solo dengan Yogyakarta.

Mayor yang juga pendiri dan pemilik Museum (Sepakbola) TitikNol, menyatakan, perdamaian atau islah kedua suporter Solo-Yogyakarta, terwujud setelah menunggu 22 tahun.

Semalan, Mayor, menyatakan, islah itu telah digelar di Stadion Mandala Krida Yogyakarta. Berlangsung di tengah suasana keprihatinan dunia atas tragedi sepakbola maut Stadion Kanjuruhan, Malang.

Kata Mayor, ini merupakan peristiwa historis bagi persepakbolaan di Tanah Air, karena berbagai komunitas kelompok suporter dari Solo dan Yogyakarta yang selama ini tidak pernah akur, menyatakan islah/perdamaian.

Saya mengalami rusuh di Stadion Mandala Krida, saat mendukung Pelita Solo vs PSIM Yogyakarta di Stadion Mandala Krida Yogya Tanggal 4 Juni 2000. Saat itu, bersama 20.000-an suporter Pasoepati memerahkan Stadion Mandala Krida.

”Waktu itu hanya menyisakan tempat sekitar  seratusan untuk suporter tuan rumah. Maklum PSIM saat itu terjerembab degradasi,” jelas Mayor.

Kemungkinan, tambah Mayor, itu telah menjadikan suporter PSIM yang tergabung dalam PTLM- Paguyuban Tresno Laskar Mataram, menjadi tidak rela stadion diduduki Wong Solo. Mereka kemudian berulah melempari batu dari luar stadion.

”Saya dan kawan-kawan, terpaksa memasuki lapangan hijau untuk menyelamatkan diri, dan pertandingan pun ditunda esok hari,” tutur Mayor.

Mayor, tokoh kreatif Kota Bengawan yang pernah menerima anugerah 31 pemecahan rekor dunia dari MURI, menyebutkan, tema tour saat itu bertajuk  ”Empati Pasoepati: Masih ada Hari Esok dan Cinta Yogya.”

Bambang Pur