blank
Warga membawa banner penolakan penambangan di sungai, hari ini. Foto: eko

KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID)-Ratusan warga Desa Paten, Sengi, dan Sewukan, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, melakukan aksi penolakan penambangan bahan galian golongan C (tanah, pasir, kerikil, marmer, kaolin, granit dan masih ada beberapa jenis lainnya) di Sungai Tlingsing. Aksi dilakukan hari ini Jumat (16/9/22).

Ratusan warga awalnya berkumpul di halaman Balaidesa Sengi. Selanjutnya mereka memasang banner di jembatan Ngampel, Candi Pos dan Gowok Pos, desa setempat. Tiga jembatan itu bisa dilalui mobil pengangkut bahan galian golongan C.

Ketua BPD Sengi, Sudasri, ketika berorasi di depan Balaidesa Sengi mengatakan, aksi itu karena mereka mencintai alam. Perwakilan  masyarakat tiga desa itu menginginkan dilakukan penyelamatan sungai. Sungai merupakan milik masyarakat meski di bawah kekuasaan pemerintah.

Sekarang ini untuk mengendalikan maraknya penambangan yang terjadi di lereng Gunung Merapi, kata dia, hanya kekuatan masyarakat yang mampu membendungnya. Belakangan ini sudah ada penambang yang mendapatkan izin. Terkait hal itu kepala desa bertanya kepada masyarakat, bagaimana kalau akan ditambang.

Padahal, lanjutnya, sungai tersebut merupakan satu-satunya sungai yang masih hijau. Merupakan sumber mata air yang dibutuhkan untuk sumber air bersih dan pertanian. Kalau sudah ditambang, kemungkinan mata airnya akan mati. Kalau mata airnya hilang, akan jadi gersang. “Kelestariannya harus dijaga bersama,” katanya.

Ditambahkan, masyarakat setempat kehidupannya tidak lepas dari apa yang ada di sungai tersebut, terutama kebutuhan air bersih maupun untuk pertanian. Hal itu, kata dia, tidak bisa ditinggalkan. Kebutuhan material untuk pembangunan juga sangat dibutuhkan warga.

blank
Dua orang memasang banner di pohon dekat Jembatan Sengi, hari ini. Foto: eko

“Semua akan hancur dan sia-sia kalau masyarakat tidak mau menyelamatkan yang ada,” imbuhnya.

Pemasangan banner itu sebagai bentuk penolakan penambangan. Agar keberadaan material sungai tetap ada sampai kapan pun. Sebab mulai tahun 2003 sudah ada desas -desus akan mulai ditambang oleh perusahaan. Tapi warga sudah cerdas menolak penambangan dengan alasan apa pun.

Belakangan ini warga juga sudah mendapat informasi bahwa ada penambang yang telah mendapatkan izin. “Maka kami perjuangkan sampai kapan pun,” tegasnya.

Aksi penolakan penambangan itu agar potensi alamnya tetap lestari. Sehingga bisa diwariskan kepada anak cucu. Oleh karena itu warga harus cerdas.

“Pilihlah pemimpin di desa yang bisa menyerap aspirasi kita,” katanya.

Dia juga menegaskan, penambangan yang boleh dilakukan hanya untuk kebutuhan masyarakat setempat, secara manual. Itu pun harus dalam pengawasan. Tidak boleh dilakukan secara besar-besaran menggunakan alat berat.

Hasil pengamatan di lapangan, kondisi sungai tersebut memang masih alami. Tanah, pasir dan batuannya masih utuh. Airnya juga masih sangat jernih.

Eko Priyono