blank
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berkenan menjadi narasumber wawancara "doorstop" saat berlangsung UKW di Semarang (24/8/2022). Foto: Widiyartono R.
blank
Amir Machmud NS, Ketua PWI Provinsi Jateng. Foto: Dok AM

Oleh: Amir Machmud NS

UJI Kompetensi Wartawan (UKW) atau Sertifikasi Kompetensi Wartawan (SKW) seperti tak henti diperbincangkan.

Pada satu sisi, UKW diselenggarakan nyaris tak kenal jeda di berbagai daerah. Pada sisi lain, berkembang “perbincangan” yang lebih riuh memfokus pada “kompetensi pengujian”-nya: lembaga mana yang sesungguhnya punya kewenangan menguji, dan sejauh mana posisi Dewan Pers yang selama ini memayungi SKW tersebut.

Setelah lebih dari satu dasawarsa UKW diselenggarakan oleh sejumlah otoritas penguji, kini muncul lembaga uji yang merasa lebih punya payung kewenangan untuk menggelarnya.

Tulisan ini tidak masuk ke wilayah fakta normatif dan administratif itu. Bagi saya, lebih menarik untuk terus menerus menyegarkan positioning SKW itu dalam peta profesionalitas wartawan. Sekarang seperti apa, esok sekuat apa.

Kompetensi “Kaffah”

Skema kompetensi wartawan merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dilihat secara terpisah, yakni kecakapan teknis dan kecerdasan etis. Sederet mata uji dalam UKW menggambarkan ke-kaffah-an (komprehensivitas) kemampuan profesi, yang tidak cukup hanya dari satu sisi kecakapan.