blank
Eks Napiter yang juga eks Ketua Mantiqi Jamaah Islamiyah asal Kudus, Abu Tholut saat memberikan pendapatnya soal radikalisme. foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Eks Nara Pidana (Napiter) terorisme asal Kudus,  Abu Tholut menilai radikalisasi di Indonesia akhir-akhir ini telah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ideologi radikalisme saat ini pun sudah sulit lagi untuk berkembang dan memberi pengaruh ke masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Abu Tholut saat bertemu dengan awak media di salah satu resto yang ada di Kabupaten Kudus. Dalam kesempatan tersebut, mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah memberi penjelasan kepada awak media terkait kondisi radikalisme yang ada saat ini.

Menurutnya, beberapa alasan menjadi penyebab akan hal tersebut mulai dari meningkatnya kesadaran masyarakat hingga peran tokoh agama.

“Pandangan saya, paham radikal ini sudah banyak menurun seperti ISIS sudah tidak banyak menyolok. Kasus telah mereda, dan ada banyak tetes. Saya pikir itu adalah bagian dari komunitas yang mereka sadari bahwa mereka tidak akan terpengaruh oleh pemahaman itu dalam waktu dekat. Kedua kerja keras tokoh agama, karena itu kan pemikiran mengatasnamakan agama terutama kiai ustaz kontribusinya harus kita hargai,” kata Abu Tholut, Rabu (24/8).

Sisa-sisa jaringan yang ada sulit dikembangkan, katanya. Misalnya, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terkait dengan ISIS saat ini sedang berjuang untuk berkembang karena markasnya di Irak dan Suriah telah dihancurkan.

Kemudian untuk jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pun saat ini dikatakan sangat kecil dan susah bergerak, karena sudah tidak mendapat simpati dari masyarakat.

Untuk itu, bagi mereka yang masih tergabung dengan jaringan atau kelompok radikal yang acap kali melakukan aksi teror, dia berharap agar bisa bertaubat.

“Kita itu tidak lepas dari dosa, sebagai muslim setiap hari harus bertaubat. Rasulullah saja setiap hari istigfar dan taubat 70 kali,” kata dia.

Diketahui Abu Tholut juga dikenal dengan nama Mustofa, Imron, dan Herman ini pernah menjadi sosok sentral dalam berbagai aksi teror di Tanah Air.

Dia pernah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang sejak 2004, kemudian pada 2007 dia bebas bersyarat. Setelah itu dia kembali ditangkap pada 2010 di rumahnya di Bae, Kudus.

Karenanya dia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane Semarang dan bebas pada 2015. Abu Tholut ini merupakan sosok yang diperhitungkan pada waktu itu. Secara, dia juga punya kedekatan dengan Abu Bakar Ba’asyir.

Dia mengaku, posisinya di Jamaah Islamiyah waktu itu berada di bawah Abu Bakar Ba’asyir langsung.

“Beliau (Abu Bakar Ba’asyir) waktu itu jajaran pimpinan Jamaah Islamiyah otomatis dekat. Saya kan satu level di bawah beliau, saya diamanahi mengelola kawasan mantiqi 3 (kawasan Kalimantan, Sulawesi, dan Filipina). Itu saja kedekatannya, kedekatan organisasi,” kata dia.

Belakangan Abu Bakar Ba’asyir telah mengakui Pancasila. Bahkan pada 17 Agustus 2022, di Pesantren Al Mukmin Ngruki menggelar upacara  bendera untuk yang pertama kalinya.

Bagi Abu Tholut, tidak heran jika Abu Bakar Baasyir mampu dan mampu mengenali Pancasilanantinya. Ia mengatakan karena Abu Bakar Ba’asyir yang menimba ilmu di Pesantren Gontor di sana tidak mengenyam pendidikan radikalisme.

Ia kemudian melanjutkan bahwa Abubakar yang juga aktif sebagai aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) tidak memiliki ajaran radikal seperti itu.

“Jadi ketika beliau (Abu Bakar Ba’asyir) awal dalam pergerakan Islam seperti itu. Itu (mengakui Pancasila) sebenarnya kembali saja. Namanya anak manusia ke kiri sedikit ke kanan sedikit,” katanya.

Ali Bustomi