MAGELANG (SUARABARU.ID) – Wali Kota Muchamad Nur Aziz menyatakan, substansi Rodanya Mas Bagia adalah kemandirian masyarakat dengan menggelontorkan dana Rp 30 juta per RT per tahun.
Di program ini kemudian muncul kegotongroyongan. Karena secara geografis dan demografis, Kota Magelang adalah kota yang masih punya jiwa pedesaan.
‘’Kita harus percaya diri membangun kota sendiri, dengan memanfaatkan anggaran yang ada untuk kepentingan masyarakat,’’ katanyapada acara Ngopi Bareng Pak Wali dan Kelompok Masyarakat (Pokmas), kemarin.
Di sisi birokrat, Aziz yang berprofesi dokter spesialis penyakit dalam bersama jajarannya juga belajar banyak hal, antara lain bagaimana substansi membuat program.
Membuat program yang tidak hanya menghabiskan anggaran, tapi juga bertujuan membuat masyarakat Kota Magelang semakin maju, sehat dan bahagia.
‘’Sebetulnya ini sudah berjalan, saya lihat bapak/ibu sudah mulai menikmati program-program yang sudah kita luncurkan, ini adalah inovasi,’’ terang Aziz.
Dia berharap, dalam 3 tahun ke depan masyarakat Kota Magelang sudah berubah pola pikirnya.
Dokter Aziz mengakui saat ini masih banyak warga yang masih mengajukan proposal bantuan ke Pemkot Kota Magelang. Ke depan, warga akan pintar mengatur anggaran yang ada.
‘’Misalnya mau ada kegiatan HUT RI atau 17an, itu bisa dianggarkan di program Rp 30 juta per RT per tahun. Kalau mau bangun parit dan sebagainya juga bisa. Warga yang meminta bantuan ke Pemkot itu pasti akan ada, tapi ke depan mereka bukan minta materi lagi tapi bagaimana meningkatkan diri,’’ ujarnya.
Menurutnya, Rodanya Mas Bagia adalah program untuk mempersiapkan diri, dan generasi masa depan.
Kepala Bagian Pemerintahan Setda Kota Magelang M. Yunus menerangkan, Pokmas memiliki peran penting dalam pelaksanaan Rodanya Mas Bagia. Dia mengakui fakta di lapangan dinamika Pokmas luar biasa. Pada tahap pencarian ada kendala perubahan harga dan sebagainya.
‘’Setiap pencairan selalu dirembug. Meskipun ada kendala perubahan harga. Kalau dilihat dari sisi swa kelola tipe IV memang harus disesuaikan, proposal disesuaikan dengan harga terakhir,’’ tutur Yunus.
Mengenai kendala sinergitas, setiap tahun kelembagaan Pokmas itu tetap, Pokmas A di Kelurahan B, tapi strukturnya per tahun bisa disesuaikan. Jumlah pengurus Pokmas saat ini ada 10 orang per Pokmas. Terdapat 48 Pokmas se Kota Magelang di tahun 2022.
Kemudian, terkait tenaga pendamping, mereka adalah kepanjangan dari tim pengendali sehingga harus dibekali banyak hal mulai dari penyusunan RKM (Rencana Kerja Masyarakat), Input SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah), pelaksanaan pengajuan proposal, termasuk pelatihan pendamping dengan jasa konstruksi dan sebagainya.
Salah satu pengurus RW 1 Kelurahan Kedungsari, Didik berpendapat, teknis pelaksanaan Rodanya Mas Bagia seyogyanya disampaikan di awal program sehingga pelaksana di lapangan tidak kebingungan. Selain itu, pelatihan yang diadakan sejauh ini lebih bermanfaat bagi perseorangan atau individu.
‘’Kita harus memasukkan program usulan wajib, yang ada kegiatan pelatihan. Di situ muncul 2 item di mana masing-masing item dianggarkan sekitar Rp 3,5 juta, jadi total Rp 7 juta. Itu untuk 2 orang. Warga lain tidak dapat manfaatnya,” paparnya.
Lain lagi dengan Derry, seorang pendamping dari Kelurahan Kramat Utara, mengeluhkan perubahan-perubahan aturan disaat program sudah berjalan.
Tentunya, masukan dari masyarakat ini akan menjadi bahan kajian bagi Pemkot Magelang. (pemkotmgl)