Janji atau ikrar yang diucapkan seseorang itu untuk tujuan tertentu (yang positif) bisa disebut nazar. Secara harfiah, nazar berarti “mewajibkan” kepada diri sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dengan maksud mengagungkan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.”

Nazar telah disyariatkan kepada umat-umat terdahulu sebelum masa Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Ali Imran ayat 35 dan surah Maryam ayat 26.

Pada umat Nabi Muhammad SAW, nazar disyariatkan berdasarkan nash, Alquran maupun hadis. Disebutkan pada surah al-Hajj ayat 29. Artinya “…dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka..”

Hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim dari Aisyah, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang bernazar untuk taat kepada Allah, hendaklah dia melaksanakannya, dan barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat, maka janganlah (nazar itu) dilaksanakannya.”

Ketentuan bernazar

Syariat membolehkan setiap muslim bernazar. Hal ini menunjukkan, hukum nazar itu mubah. Namun hukum melaksanakan nazar itu wajib, dengan ketentuan, nazar untuk melakukan kebaikan kepada-Nya dan bukan pebuatan  bermaksiat.

Orang yang bernazar tetapi tidak melaksanakan nazarnya,  sengaja ataupun karena tidak mampu melaksanakannya, perlu  membayar kafarat (denda). Jumlah denda itu sama dengan kafarat melanggar sumpah.

Ini berdasarkan hadis Nabi SAW “Denda nazar adalah denda sumpah.” (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tarmizi). Denda itu bisa memilih satu dari pilihan ini: Memberi makan 10 fakir miskin, atau memberi pakaian pada 10 fakir miskin. Memerdekakan hamba sahaya atau berpuasa tiga hari.

Masruri, penulis buku, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati