Zidane Iqbal bersama Erik ten Hag. Foto: twitter

Oleh: Amir Machmud NS

// jalan nasib, siapa yang membentangkan?/ jalan ketenaran, siapa yang mengapungkan?/ berkacalah pada kisah-kisah/ tentang bintang-bintang/ dan namamu telah menera inspirasi/ dari sang legenda//
(Sajak “Zidane Iqbal”, 2022)

ANDA mungkin lebih familier dengan nama Egy Maulana Vikri ketimbang Omar Abdulrahman.

Dan, kini bahkan telah muncul nama baru sebagai top of mind ketika bicara tentang bintang-bintang sepak bola asal Asia: Zidane Aamar Iqbal.

Pemain berdarah campuran Irak-Pakistan itu sedang menjadi pusat perhatian, setelah tampil menghebohkan ketika memperkuat Manchester United melawan Liverpool dalam turnamen pramusim di Bangkok, belum lama berselang. Juga dalam laga melawan Crystal Palace.

Siapa mengira, anak ajaib yang ditunggu-tunggu fans MU itu justru datang dari Timur Tengah (dan berdarah Asia Selatan)?

Pemain 19 tahun itu langsung dikaitkan dengan sederet hal. Pertama, akhirnya MU telah menemukan sosok berpengaruh yang selama ini didambakan.

Kedua, kebiasaan pelatih Erik ten Hag mengorbitkan pemain muda, terbukti memproyeksikan sebuah harapan. Ketiga, selalu menarik menyaksikan pemunculan pemain non-Eropa dan Amerika Latin yang punya kemenonjolan sebagai faktor pembeda.

Akankah Zidane Iqbal — yang boleh jadi diberi nama demikian karena orang tuanya terinspirasi oleh legenda Prancis Zinedine Zidane –, bersinar seterang cahaya Mohamed Salah di Liverpool?

Skill Panenka
Sekarang, mari kita simak bakat besar Asia yang pernah membuat dunia terkesima.

Pada 1990-an, sempatkah Anda menyaksikan aksi-aksi eksepsional bintang Uni Emirat Arab Omar Abdulrahman?

Kita masih bisa menyusur jejak talenta Omar lewat youtube. Skill-nya memesona: dribel prima, umpan-umpan visioner, kemampuan mencetak gol istimewa, dan performa “kesenimanan” yang membuatnya berbeda.

Dia mendapat julukan mediatika sebagai “Messi Asia”, meskipun gaya permainannya lebih mirip dengan Eric Cantona yang punya keistimewaan passing seakan-akan tidak dengan melihat arah kawan yang disodori umpan.

Kelebihan yang langka, pemain dengan rambut kribo ala bintang Brazil David Luiz atau legenda Kolombia Carlos Valderrama itu ahli mengeksekusi penalti ala Antonin Panenka. Kemampuan seni penalti itu, secara menonjol dimiliki oleh Lionel Messi, Sergio Ramos, dan Andrea Pirlo.

Omar, yang memperkuat klub Al-Ain, seringkali menunjukkan kesenimanan pemain bola. Dia pernah dikecam ketika mengambil tendangan penalti dengan gaya tak terduga. Tiba-tiba dia membalikkan badan, lalu mengeksekusi bola dengan tumit.

Gaya “nyentrik” Pemain Terbaik Asia 2012 itu dinilai sebagai ekspresi sikap yang hampa respek kepada tim lawan. Namun “keberanian” seperti itu, bagaimanapun adalah ungkapan keyakinan terhadap penguasannya atas bola.

Xavi Hernandez, yang kini mengarsiteki Barcelona, semasa masih aktif bermain pernah mengusulkan kepada manajemen klub agar merekrut Omar yang unik itu.

Tetapi Omar akhirnya malah menjalani trial di Manchester City. Sebenarnya, dalam kualitas permainan, kelas Omar layak untuk liga-liga elite Eropa; namun dalam trial tersebut dia mengalami cedera, sehingga kisahnya tidak berlanjut di Etihad.

Padahal, andai berkesempatan bermain di salah satu klub liga Eropa, Omar bakal berjajar sebagai legenda Asia yang bersinar seperti Son Heung-min, Park Ji-sung, Nakata, Nakamura, dan kini Minamino.

Setelah meraih predikat terbaik Asia 2012, setahun berikutnya Omar masuk dalam daftar bintang Asia paling menjanjikan versi FIFA. Dia menempati peringkat ke-39 dalam daftar Goal 50, yakni para pemain terbaik versi goal.com musim 2021-2013.

Egy Maulana
Bakat Asia lainnya, yang juga sempat disemati predikat “Messi Indonesia” adalah Egy Maulana Vikri.

Meroket berkat gelar Pemain Terbaik Gothia Cup 2016, Turnamen Toulon 2017, Egy berkembang alamiah di tim-tim kelompok usia, sampai menjadi andalan tim nasional senior hingga sekarang.

Dalam kesempatan bermain di Eropa bersama klub Polandia Lechia Gdanks (2018-2021), dia sulit mendapat tempat inti. Egy baru betul-betul berkembang di FK Senica di Liga Super Slovakia pada 2021-2022. Sayang, ketika dia moncer, klub tersebut mengalami keterpurukan masalah finansial.

Pemain asal Medan ini pernah menjadi salah satu mutiara Asia yang berprospek ke panggung dunia. Dan, dalam usia yang masih 21 tahun, Egy masih bisa terus berkembang.

Dan, dengan jalur profesional yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan Omar Abdulrahman dan Egy Maulana Vikri, sanggupkah Zidane Iqbal menyandang nama sang legenda?

Tak bosan-bosan saya simak videonya: anak muda itu beberapa kali membuat gerakan roulette yang mengecoh lawan. Teknik memutar khas Zidane dan Diego Maradona itu dikenal pula dengan istilah “Marseille Turn”, untuk membedakan dengan “Cruyff Turn”, gerakan mencetak gol ala Johan Cruyff yang juga pernah dipraktikkan bintang Inggris Harry Kane.

Pastilah ada semangat inspirasional agar Iqbal menapak jalan si orang besar, Zinedine Yazid “Zizou” Zidane…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —