blank
Tariyah menjadi pramujasa.

PURWOKERTO (SUARABARU.ID) – Tariyah tidak menyangka jika bekerja di Transjateng adalah jalan hidup yang terbaik baginya saat ini. Bagaimana tidak, perempuan berusia 34 tahun itu awal karirnya di Transjateng hanya sebagai cleaning service, kini ia diangkat menjadi pramujasa dan mampu meneruskan pendidikan di perguruan tinggi.

Warga asli Bantarsoka RT 4 RW 3 Purwokerto Barat itu menceritakan bahwa dirinya sempat menjadi pengangguran tiga tahun setelah berhenti dari buruh pabrik. Pada tahun 2018, ia melihat informasi dari internet jika Transjateng membuka lowongan pekerjaan. Ia kemudian mendaftarkan diri di bagian cealing service.

“Awalnya dulu lihat pengumuman di internet ada pembukaan pendaftaran jadi kru Transjateng. Lalu saya mendaftar, pertama saya mendaftar jadi cleaning servis bulan juli 2018,” ujar Tariyah, Jumat (22/7/2022).

Setelah beberapa bulan menjalani tugas sebagai tukang bersih-bersih itu, ibu anak satu itu pun dipromosikan untuk “naik kelas” menjadi pramujasa di Bus Transjateng rute Purwokerto-Purbalingga.

“Karena Transjateng bagus banget memikirkan kesejahteraan kita. Jadi rapot saya bagus dan dipromosikan menjadi pramujasa. Saya juga tidak menyangka bisa naik, yang awalnya hanya niat membantu suami ternyata bisa bekerja senyaman ini,” tuturnya.

Nasib baik itu, juga berimbas pada pendapatan gaji per bulan yang ia terima. Dari cleaning service yang dapat gaji Rp 2,3 juta, kemudian naik Rp 2,7 juta sebagai pramujasa. Ia sangat bersyukur, karena selain dapat memenuhi kebutuhan hidup, Tariyah bisa menajlutkan studi di perguruan tinggi.

“Waktu jadi cleaning service gaji pertama Rp 2,3 juta, Alhamdulillah sekarang naik Rp 2,7 juta. Alhamdulillah itu cukup bahkan sekarang saya bisa kuliah. Tidak menyangka bisa kuliah. Kerja di Transjateng malah bisa kuliah.

Ia mengakui jika keingina kuliah sempat tertunda karena persoalan ekonomi.

“Dulu orang tidak punya, sekarang bisa kuliah di Universitas Terbuka jurusan ilmu perpustakaan,” paparnya.

Perekrutan karyawan di Transjateng, menurut Tariyah juga sangat terbuka dan tidak kenal istilah “Orang Dalam”. “Transprana tidak ada yang membawa. Dari awal kita dikirim ke Semarang ikut seleksi, tidak kenal siapa-siapa, tidak kenal orang dalam. Selain itu, ya memikirkan banget kesetaraan gender. Kita kerja di jalan merasa dilindungi kalau ada apa-apa laporan pasti di tolongi teman. Kerja enak di sini, kalau dulu pabrik borongan di sini santai. Harapannya Transjateng maju sukses dan banyak penumpang,” tandasnya.

Muhaimin