KOTAMUNGKID(SUARABARU.ID) –Diskusi Budaya Ruwat Rawat Borobudur (RRB) di Sekretariat 20 RRB (Warung Info Jagad Cleguk Jalan Medangkamolan 7Borobudur) membahas berbagai hal tentang Candi Borobudur. Acara pada Rabu (13 Juli 2022) malam itu muncul usulan merevisi Keppres Nomor 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi Prambanan, serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya.
Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Jateng VI, H Abdul Kadir Karding SPi MSi, dalam diskusi bertema: “Menelisik Spiritualitas Borobudur dari Lintas Jagad” itu menyambut positif usulan itu. Menurut wakil rakyat dari PKB itu, ada kebutuhan mendasar dari Borobudur dan masyarakat sekitar yang akan diperjuangkan. Maka dia sependapat kalau ada usulan kepada pihak tertentu tentang hal yang didiskusikan malam itu. “Dari hasil diskusi malam ini mendingan dibuat rekomendasi yang konkret,” kata anggota DPR RI periode 2009-2014, 2014-2019 dan periode sekarang itu.
Dikatakan, banyak hal perspektif dari semua bidang dan penafsiran tentang Borobudur. Dia melihat peran pemerintah jauh lebih besar, karena mereka yang membuat regulasi. “Saya juga akan ikut mendorong supaya Keppres Nomor 1 tahun 1992 mudah-mudahan akan dievaluasi dan direvisi untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan,” tandas politisi senior itu.
Selebihnya lulusan Undip Semarang itu berpendapat, pemanfaatan ekonominya harus bijak. Jangan sampai berdampak merusak kenyataan dan keberlangsungan sejarah. “Penanggungjawabnya berikan saja ke Pendidikan, karena nilai pendidikan sangat penting.
Borobudur ini menjadi edukasi untuk generasi selanjutnya.
Edukasi spiritualism, alam dan kehidupan,” tuturnya.
Ke depan, ide mengembangkan kawasan supaya orang tidak masuk semua, menurutnya, itu menarik. Dia punya ide dibuat relief di desa-desa sekitar candi. “Diskusi dengan yang punya kepentingan, agar idealisme pengelolaan Borobudur bisa berubah,” kata pria yang lahir 25 Maret 1973 di Donggala, Sulawesi Tengah itu.
Karding pun berterima kasih kepada Sucoro yang selama ini menjaga, merawat, meruwat dan nguripi Candi Borobudur.
Ketua Lembaga Adat Borobudur, Jack Priyana, dalam diskusi malam itu mengatakan, permasalahan di Borobudur sejak adanya Keppres Nomor 1 Tahun 1992. Selain itu zonasi yang dilakukan, merusak keharmonisan masyarakat. “Kebijakan pemerintah bijik sana bijik sini. Kami tidak pernah diwongke,” keluhnya.
Sejak adanya zonasi akhirnya terpisah- pisah. Mereka merasa tersingkirkan. “Kami sedih kalau melihat Candi Borobudur,” katanya.
Dia setuju pada filosofi memayu hayuning bawana (memperindah indahnya dunia). “Tetapi yang terjadi sekarang memayu hayuning banda,” ujarnya.
Warga Desa Borobudur, Aji Marjek, berpendapat, kalau mau mengelola Borobudur harus kembali ke khitoh. Melibatkan semua stakeholder, bukan hanya pemerintah. Dia minta ada partisipasi masyarakat. “Borobudur sangat sayang kalau dipergunakan sebatas finansial,” katanya.
Acara yang dibuka dengan sajian kesenian tradisional Obros Manunggal Jaya Bandongan itu dimulai pukul 19.30 dan berakhir pukul 22.00. Ruwat Rawat Borobudur atau disingkat RRB merupakan acara hajatan atau event yang diselenggarakan oleh komunitas pecinta seni dan budaya (Brayat Panangkaran) Borobudur. Kegiatan itu diinisiasi oleh Sucoro (Warung Info Jagad Cleguk) sejak 2003. Tujuannya menguatkan kawasan Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata, namun tidak meninggalkan kelestarian Borobudur sebagai pusaka budaya dunia, serta warisan budaya agung yang harus tetap dihormati dan dilestarikan.
Eko Priyono