JEPARA (SUARABARU.ID) – Menurut cerita tutur, pada jaman pemerintahan Ratu Shima abad ke VII, Desa Kawak merupakan kawasan pura atau tempat peribadatan bagi umat Hindu. Oleh sebab itu konon desa ini oleh Ratu Shima diangkat sebagai desa perdikan dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
Banyak bukti ditemukan di sekitar desa ini yang dapat memperkuat dugaan itu. Di antaranya adalah fragmen arca Syiwa, fragmen arca Durga, dua buah fragmen kaki arca, tiga buah fragmen kepala arca, dua buah lingga, dan beberapa batu kuno. Benda-benda peninggalan bersejarah tersebut kebanyakan ditemukan di dalam kompleks punden yang ada di Dukuh Kawak Wetan.
Karena ini Desa Kawak, Kecamatan Pakis Aji Jepara adalah salah satu desa yang “disepuhkan” oleh desa-desa disekitarnya. Salah satu bentuk pengakuan kultural itu adalah dalam hal tradisi Sedekah Bumi. Ada banyak desa yang menggelar tradisi itu setelah desa Kawal melakukan Sedekah Bumi. Atau setidaknya meminta ijin pada leluhur yang ada di Desa Kawak.
Karena itu banyak peninggalan budaya yang ada di desa ini yang semakin terkikis oleh waktu. Jejak- jejak budaya itu yang kemudian dicoba bangkitkan dan lestarikan oleh Petinggi Kawak Eko Heri Purwanto bersama masyarakat dan tokoh desa Kawak. Apalagi di desa ini juga tinggal Amin Ayahudi salah satu pegiat seni budaya tradisi di Jepara
Salah satu yang kemudian dibangkitkan dan dilestarikan adalah tradisi Sepak Bola Api dan Sedekah Bumi yang salah satu acara adalah Festival Jondang. Sepak Bola Api sendiri digelar Selasa (21/6-2022). Acara dibuka oleh Petinggi Kawak dan disaksikan riibuan orang memadati tempat ritual budaya ini digelar.
Menurut Kawak Eko Heri Purwanto, api adalah simbul kejahatan dan malapetaka. “Dengan menendang bola api sama saja menendang dan mengusir roh jahat agar tidak menganggu masyarakat dan juga menolak malapetaka yang ditimbulkan,” ujar Eko Heri Purwanto. Dukungan dan kesadaran kultural dari para pemuda desa dan tokoh masyarakat menjadi kunci, tambahnya.
Bukan hanya sepak bola api, tetapi juga ada ritual manganan di makam Mbah Wali Kawak sebagai ungkapan syukur kepada Sang Pencipta. Juga ada prosesi ziarah makam sebagai bentuk penghormatan warga pada leluhurnya.
Sebagai puncak acara sedekah bumi desa, dilaksanakan tradisi Jondang yang diikuti seluruh warga di masing-masing RT. “Mereka berkumpul menjadi satu, dengan membawa kreasi jondang masing-masing untuk diarak keliling desa mulai dari lapangan hingga punden Mbah Kawak,” ujar Amin Ayahudi.
Jondang menurut Amin Ayahudi merupakan alat angkut zaman dulu, yang digunakan pula untuk tempat penyimpanan, baik yang berupa hasil bumi, makanan, nasi, sayuran, buah-buahan hingga berbagai macam tanaman palawija. “Ini simbul ucapan syukur dan sekaligus doa warga. Festival Jondang adalah mqanifestasi doa warga,” tuturnya.
Hadepe