blank
Erik Ten Hag. Foto: instagram

blankOleh: Amir Machmud NS

// telah terlupakankah oleh mereka/ bagaimana cara memenangi laga/ padahal sepuncak itu pernah berjaya/ menaklukkan hati dunia//
(Sajak “Melawan Lupa”, 2022)

 

MANCHESTER United agaknya harus berjuang melawan lupa. Tanamkan lalu bangkitkan memori: mereka pernah berada di orbit dunia.

Telah lupakah semua elemen MU, bahwa Setan Merah bertabur kejayaan sejak 1993 hingga 2013?

Nyatanya, semuram itu wajah Teater Impian dari 2014 hingga sekarang. Seakan-akan sudah lupa bagaimana cara memenangi pertandingan.

Beragam pendekatan, dengan suksesi demi suksesi pelatih yang berkonsekuensi kebutuhan rekrutmen pemain, telah dilakukan. Namun perjalanan dari musim ke musim Liga Primer belum terasa “nendang”.

Berentet harapan dan realitas klasemen akhir yang muram adalah fakta posisi baru MU sekarang. Benar-benarkah The Red Devils terlempar dari orbit elite, lupa cara yang dibutuhkan untuk kembali berjaya?

Lelap di Camp Nou
Jauh di sana, di La Liga, kisah maharaja yang terlelap dibuai mimpi juga sedang mengurung kehidupan Barcelona.

El Barca pun rupanya harus dibangunkan dari amnesia. Betapa komunitas yang bersemboyan “lebih dari sekadar klub” itu punya tradisi penaklukan dan mental penguasa.

Kisah emas Pep Guardiola dari 2008 ke 2012 seperti tak lagi bersisa di tangan suksesor yang datang silih pergi.

Restorasi mentalitas yang dipimpin Xavi Hernandez sekarang, hakikatnya adalah ikhtiar membangunkan kesadaran semua elemen La Blaugrana, betapa mereka berjuang menemukan jalan kesadaran : bagaimana dulu merajai La Liga dan Eropa.

Lelap di Camp Nou mirip dengan “amnesia” yang menghinggapi keluarga Old Trafford, walaupun musim kemarin Sergio Busquets dkk lebih menunjukkan tanda-tanda bakal “bangun” lebih cepat ketimbang senyap yang melilit Theater of Dream.

Perpacuan antara MU dan Barca untuk keluar dari sindroma itu menjadi fokus lain yang akan mewarnai liga-liga Eropa musim 2022-2023.

Erik ten Hag
Erik ten Hag-kah tokoh yang dianggap mampu menyegarkan “ingatan” anak-anak Manchester Merah agar kembali ingat cara untuk menang?

David Moyes menyerah. Louis van Gaal sudah. Jose Mourinho lewat. Ole Gunnar Solskjaer terpental. Ralf Rangnick pun tak meninggalkan wajah lebih segar.

Ten Hag, dengan kisah kesuksesan bersama Ajax Amsterdam, disebut-sebut punya kapital ketegasan untuk mendoktrinkan filosofi sepak bolanya.

Mampukah dia membelah ego-ego yang selama beberapa musim ini kronis menjangkiti tubuh MU?

Mampukah dia meracik skematika yang menghadirkan karakter kekuatan pemenangan untuk klub yang bertradisi juara ini?

Mampukah dia menggugah hasrat dari puing-puing yang tak lagi ber-chemistry dengan gelora Teater Impian?

MU punya modal yang masih sangat mungkin dia pilarkan. Sebutlah misalnya David de Gea, Raphael Varane, Bruno Fernandes, Jadon Sancho, Fred, dan Cristiano Ronaldo.

Yang sudah pasti dilepas adalah Paul Pogba, Nemanja Matic, Lee Grant, Edinson Cavani, Jesse Lingard, dan Juan Mata.

Sejumlah analisis pandit menyimpulkan, MU sulit berharap kepada nama-nama seperti Alex Telles, Brandon Williams, Axel Tuanzebe, Dean Henderson, Harry Maguire, Luke Shaw, Eric Bailly, Victor Lindelof, Aaron wan Bissaka, Anthony Martial, atau Mason Greenwood.

Hingga sekarang, telah terpublikasi sejumlah nama incaran Ten Hag, namun belum dapat digambarkan bagaimana proses persuasinya nanti.

Inilah musim yang tampaknya lebih beraksen pada ikhtiar untuk mendobrak amnesia para pemain MU, dengan menghadapkannya pada ingatan bahwa mereka ada bersama klub yang bertradisi kemenangan.

Seperti Barcelona, Manchester Merah harus melawan “sindrom lupa”. Lupa cara menang, lupa cara berjaya…

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah