Oleh: Amir Machmud NS
// acapkali sepak bola seperti takdir/ bisa memiliki sesuatu/ tak bisa mendapatkan lainnya/ berjaya di sana/ tak berkutik di sini/ terkadang dia menjadi penegasan/ tentang ketidakberdayaan//
(Sajak “Pep dan Liga Champions”, 2022)
BAHKAN seorang Pep Guardiola pun diam-diam dihadapkan pada ekspresi ketidakberdayaan.
Setelah melepas teritori kemaharajaan Barcelona pada 2013, kegalauan itu datang. Dia diusik rasa penasaran terhadap Liga Champions, yang bahkan mengesankan sikap mendua terhadap trofi Eropa…
Trofi domestik dia rengkuh bersama Bayern Muenchen. Tiga gelar juara Bundesliga dia hadirkan pada 2013, 2014, dan 2015. Dengan elegan dia memimpin Manchester City menguasai Liga Primer pada 2017, 2018, 2020, dan 2022.
Nyatanya, di tengah gelimang kejayaan itu, Liga Champions bagai tak terjangkau. Si Kuping Besar yang dua kali dibendaharakan di lemari trofi Barcelona (2008 dan 2010), belum juga dia dapat bersama The Citizens.
Seolah-olah Pep tertakdirkan tak mampu menembus lebih dari semifinal Eropa ketika mengarsiteki Die Rotten. Langkah jeniusnya belum pula memecah nasib bersama City.
Lantaran galau tentang garis nasib itukah maka Pep menyebut trofi Liga Primer lebih bergengsi ketimbang Liga Champions?
Pelatih asal Spanyol itu menghitung logika mengapa dia lebih bangga terhadap Liga Primer, walau pasti akan ada yang mengatakan, “Itu cara Pep menutupi kepenasaran karena belum juga memberi trofi Eropa untuk City, dan sebelumnya selalu gagal bersama Bayern”.
Persaingan sampai Akhir
Perpacuan juara versus Liverpool hingga pekan terakhir musim ini menjadi gambaran betapa kompetitif Liga Primer. Andai City tak mampu membalikkan ketertinggalan 0-2 menjadi 3-2 dalam laga terakhir melawan Aston Villa, trofi akan menjadi milik Liverpool.
Tak ada dominasi superlatif seperti Real Madrid dan Barcelona di La Liga, Bayern Muenchen dan Borussia Dortmund di Bundesliga, atau persaingan di Liga Seri A yang memusat pada Internazionale Milan, AC Milan, atau Juventus. Juga di Eredivisi yang tersentral ke Ajax Amsterdam.
Di Inggris, selain City dan Liverpool, masih ada Chelsea, Arsenal, Manchester United, Tottenham Hotspur, juga Leicester City.
Musim ini, misalnya. City dan The Reds melaju kencang, namun konsistensi mereka juga diuji oleh keterjalan sejumlah laga yang menyajikan hasil tak ternyana. Teknis, fisik, dan psikologis dipertarungkan.
Pep menilai tinggi Liga Primer karena proses yang dilalui untuk juara. “Lebih sulit. Banyak pekan, banyak laga saat tim harus berjuang melawan cedera, momen bagus dan buruk, situasi yang berbeda. Sukses itu ada di sini dalam beberapa tahun terakhir,” kata Pep seperti dikutip CNNindonesia.com dari Manchester Evening News.
Sensasinya, tim menikmati ruang ganti. “Kami lebih bahagia menjalani hidup, ketika menang, kemenangan akan berpengaruh pada sesi latihan, dan juga lingkungan sekitar..,” ungkap Pep.
Kondisi ini, menurut dia berbeda dari momen ketika sesuatu ditentukan dalam satu pertandingan seperti Piala FA. Liga Inggris membutuhkan tim yang lebih konsisten.
Tentulah dia tak hendak mengatakan Liga Champions tidak penting. Apalagi itulah rasa penasaran yang belum terurai sejak dia menangani Bayern Muenchen pada 2013, yang berlanjut bersama Manchester Biru hingga sejauh ini.
Takdirkah itu, atau hanya soal waktu dan proses?
Ketika trofi-trofi liga sudah terkoleksi, dia pun tentu ingin menapak jalan Juergen Klopp. Pelatih asal Jerman itu bahkan terlebih dahulu membendaharakan Liga Champions pada 2019 sebelum mengobarkan euforia Liverpool dengan gelar liga sebagai gelar pertama setelah 30 tahun.
Di mata Pep, Liverpool adalah tim hebat yang pada satu sisi memacu City ke level sekarang. Dan, raihan De Bruyne dkk — empat gelar dalam lima tahun — merupakan kerja orang-orang spesial, yang memosisikan dia dan City sebagai legenda.
Empat gelar Pep Guardiola dari delapan yang dibendaharakan oleh Manchester City, tak bisa dipungkiri adalah eksepsionalitas sejarah.
Prestasi kinclong itu bukan sekadar substitusi kegagalan di Liga Champions. Logikanya, Pep terobsesi memberi City trofi Eropa dan dunia…
— Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah —