Oleh: Ustadz Hanan Attaki
PUASA Ramadan merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditunaikan oleh umat Islam, dimana seluruh umat Islam dipenjuru dunia wajib melaksanakan puasa pada bulan Ramadan.
Allah menjanjikan pahala yang berlimpah bagi orang yang menjalankan puasa di bulan Ramadan. Dan setiap amalan yang dilaksanakan di bulan Ramadan akan dilipat gandakan pahalanya.
Namun kita juga harus berhati-hati agar apa yang kita laksanakan di bulan Ramadan tidak sia-sia. Salah satunya menjaga ucapan selama Ramadan.
Dalam hadits riwayat Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda:
من لم يترك كلامًا كاذبًا ، فليست الله في حاجة إلى الجوع والعطش الذي يحتمل” (رحمه الله
‘man lam yatruk klaman kadhban, falaysat allah fi hajat ‘iilaa aljue waleatash aladhi yahtamilu’.
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakan suatu kebohongan dan merendahkan orang lain maka di sisi Allah tidak ada nilainya ia meninggalkan makan dan minumnya dalam berpuasa (HR Bukhori).
Ketika berpuasa, kita harus menjaga hawa nafsu kita, salah satunya adalah dengan menjaga lisan kita. Lisan tidak hanya dilakukan secara verbal, tetapi juga non-verbal, seperti melalui komentar atau postingan di media sosial maupun broadcast-broadcast yang menciptakan kebohongan.
Kadang kita sadar ketika kita bergaul dalam sosial media. Kita komen di akun orang, di postingan orang atau nulis caption atau kita nulis teks di story atau broadcast atau japri tanpa sengaja kita terjebak pada salah satu dari tiga dosa yang menggugurkan pahala puasa kita.
Pertama, berbohong atau dusta. Mungkin kita tidak melakukan kedustaan itu, tetapi kita ikut menyebarkan kedustaan itu. Artinya kita ikut menyebarkan berita bohong yang bisa menimbulkan fitnah antara umat muslim.
Kedua, melakukan kebohongan. Sekarang orang mulai tergoda untuk melakukan kebohongan karena kondisi-kondisi ekonomi yang sulit efek dari Covid-19. Banyak orang yang berbohong dengan dagangannya, banyak orang yang berbohong untuk menyakiti orang lain atau untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Kalau kita dalam kondisi puasa masih melakukan kebohongan ini, maka kata Nabi Muhammad SAW, Allah SWT tidak butuh pada puasanya.
Ketiga, saling menghina, mengghibah atau merendah itu adalah perbuatan jahat.
Jika dalam kondisi puasa kita masih mampu berbohong atau menyakiti orang lain dalam perkataan kita, maka Allah SWT tidak akan menerima puasa kita. Allah SWT berfirman dalam surat Al Hujurat, Ayat 11:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Apabila terjebak dalam emosional ini, Allah tidak butuh puasanya. Ini kalimat Nabi Muhammad SAW yang agak tegas.
Sehingga hati-hati dengan komen di sosial media selama puasa Ramadan. Ramadan adalah malam dan siang.
Jadi kalau malam melakukan dosa, maka hari itu puasa kita tidak diterima Allah. Melakukan siang atau malam kalau itu dosa yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW tadi, maka konsekuensinya pahala puasa kita tidak ada nilainya dihadapan Allah.
Hendaklah kita menjaga hawa nafsu lisan kita, khususnya di bulan suci Ramadan ini, karena sesungguhnya bulan Ramadan adalah siang dan malam. Jika kita berbuat hal yang buruk dan menyakitkan, maka Allah SWT tidak membutuhkan puasa kita.
Ustadz Hanan Attaki, dikutip dari channel Youtube Danasyariah.id.