blank
Masjid Wali Loram Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.

Oleh: Khanif Hidayatullah

JEPARA (SUARABARU.ID)- Sultan Hadlirin adalah seorang ulama dan pemimpin Kesultanan Kalinyamat Jepara pada abad 16. Suami dari Ratu Kalinyamat tersebut merupakan seorang pangeran yang berasal dari negeri seberang. Di Pulau Jawa, Sultan Hadlirin belajar agama Islam dengan Syekh Ja’far Shodiq atau yang dikenal sebagai Sunan Kudus.

Gelar ‘Hadlirin’ yang disandang Sunan Kalinyamat berasal dari kedatanganya dari negeri seberang, menetap dan tinggal di Pulau Jawa. Asal-usul mengenai Sultan Hadlirin mempunyai berbagai versi. Diriwayatkan bahwa, nama dari Sultan Hadlirin adalah Pangeran Toyib. Pada masa muda ia mengembara hingga ke negeri Cina. Pangeran Toyib bertemu dengan Cie Hwi Gwan yang kemudian menjadi ayah angkatnya. Pangeran Toyib beserta ayahnya berlayar ke Pulau Jawa. Pangeran Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat yang berkuasa di wilayah Jepara kemudian keduanya memimpin bersama daerah kota pelabuhan tersebut. Ayah angkatnya menjadi seorang mangkubumi yang bergelar Patih Sungging Badar Duwung.

Versi selanjutnya menyatakan, Pangeran Toyib adalah seorang putera dari Ali Mukhayat Syah seorang raja dari Kesultanan Aceh. Kegemaran belajar, menjadikannya melakukan pengembaranya hingga Demak Bintoro di Jawa. Seiring waktu kemudian Pangeran Toyib menikah dengan Ratu Kalinyamat dan menjadi pemimpin di Jepara.

Menurut riwayat lain, Pangeran Kalinyamat adalah seorang pedagang Tionghoa yang bernama Chi Bin Thang (Juragan Wintang). Pada suatu ketika kapalnya yang membawa berbagai komoditas perdagangan mengalami karam dan terdampar di Jungmara (Jepara). Wintang kemudian menjadi Islam dan mempelajari ilmu agama kepada Sunan Kudus.

Ia Kemudian mendirikan sebuah pemukiman yang dikenal dengan Desa Kalinyamat. Desa Kalinyamat pada masa Ki Kalinyamat berkembang secara signifikan. Melihat hal tersebut, penguasa Kesultanan Demak Sultan Trenggono memberikan legitimasi kekuasaan kepada daerah Jepara. Sunan Kalinyamat menjadi menantu dari Sultan Trenggono, menikah dengan Retna Kencana yang kelak dikenal sebagai Ratu Kalinyamat.

Pada masa awal penyebaran Islam, muslimnya para adipati-adipati di pesisir utara Jawa turut serta berdampak baik terhadap perkembangan syiar Islam pada abad 16. Sunan Kalinyamat sebagai pemimpin dan ulama yang luas wilayah meliputi Jepara, Pati, Rembang, Juana, tentu kiranya mempunyai pengaruh yang penting bagi masyarakat.

Sultan Hadlirin dalam melakukan dakwah Islam melalui pendekatan akulturasi budaya. Masjid Wali yang berada di desa Loram Kulon yang berada di Kabupaten Kudus menjadi warisan sejarah penyebaran agama Islam oleh Sultan Hadlirin.

Bangunan Masjid Wali Loram Kulon mempunyai gaya estetika tersendiri. Pusat penyebaran agama Islam yang berada di wilayah timur aliran sungai Gelis tersebut mempunyai gapuro tiga pintu yang mengandung arsitektur khas kerajaan Jawa. Kecerdasan Sultan Hadlirin tersebut akhirnya disukai dan menjadi daya tarik bagi masyarakat. Pelan-pelan masyarakat mulai belajar agama Islam. Selain hal itu, Sultan Hadlirin juga menciptakan pendekatan budaya seperti halnya Ampyang maulid, Kepelan, Nganten mubeng gapuro. Dakwah Islam tersebut lebih mudah dipahami oleh masyarakat, hingga hari ini warisan tradisi Sultan Hadlirin dalam menyebarkan Islam masih dilestarikan.

Pada puncak kejayaanya, Kesultanan Kalinyamat mempunyai luas wilayah dari Jepara, Pati, Kudus, Rembang, Alas Mentaok (Mataram), hingga Pulau Bawean. Tampuk kekuasaan setelah Sultan Hadlirin wafat, kemudian dilanjutkan oleh istrinya yaitu Ratu Kalinyamat. Pada 1559, Ratu Kalinyamat mendirikan masjid di bukit Pamantingan, satu kompleks dengan makam suaminya. Masjid tersebut kemudian menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jepara. Hingga hari ini masjid tersebut dikenal dengan Masjid Astana Sultan Hadlirin.

Sebagai seorang Bupati muslim di pesisir utara Jawa, Sultan Hadlrin mempunyai pengaruh besar dalam penyebaran dan pengembangan ajaran Islam. Pangeran dari negeri seberang tersebut dalam perjalanan hidupnya telah mendedikasikan hidupnya bagi kehidupan. Kelak ia kemudian oleh masyarakat dikenal sebagai Sunan Hadlirin/Sultan Hadlirin. Dakwah Islam yang dilakukan Sultan Hadlirin melalui pendekatan tradisi dan budaya menjadikan Islam mudah diterima oleh masyarakat luas dengan ramah dan damai.

(Khanif Hidayatullah, anggota Yayasan Pelestari Sejarah dan Budaya Jepara. Tinggal di Welahan)