blank

blank

Oleh : Hadi Priyanto

Pemikiran Kartini dan konsep perjuangan yang diterbitkan oleh Mr. J.H Abendanonn dalam buku Door Duisteris Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang disambut hangat oleh kalangan mahasiswa Indonesia yang sekolah di jantung kolonialisme, Belanda.

Mereka   bergabung dalam perhimpunan Indische Vareeniging. Para pemuda terpelajar dari Hindia Belanda ini sangat kagum dalam pemikiran Kartini sehingga ketika mereka telah mendapatkan buku Door Duisteris Tot Licht,  pada tanggal 24 Desember 1911, mereka langsung mengadakan rapat khusus.

blank

Tujuannya untuk menghormati Kartini dan sekaligus membahas tindakan apa yang akan dilakukan oleh mereka. Mereka juga merencanakan mendirikan patung Kartini dari marmer. Namun usulan ini ditolak oleh Sosrokartono, kakak kandung Kartini yang juga merupakan pendiri Indische Vareeniging. 

BACA JUGA Kartini Sang Ayunda : Inspirasi Pemuda Pergerakan Kemerdekaan (Bag – 1)

Ketua Indische Vereeninging, Notosuroto sangat menganggumi spirit perjuangan Kartini. Ia  juga memuji kesediaan Kartini untuk menerima panggilan jaman, membangun peradaban bangsa Bumi Putera. Ia juga menilai semangat kebangsaan dan nasionalisme Kartini sangat luar biasa, luas dan terbuka. Kartini tidak memuji kebaikan bangsanya, tetapi ia juga secara terbuka memuji kebaikan bangsa lain.

blank

Karena itu secara aklamasi perkumpulan mahasiswa Indische Vereeniging, menerima gagasan-gagasan, pemikiran dan konsep perjuangan Kartini sebagai Richtsnoer atau pedoman resmi bagi perkumpulan ini. Kelak Indische Vereeniging tahun 1924 diganti dengan nama Perhimpunan Indonesia yang menjadi salah satu pelopor utama pergerakan kemerdekaan Indonesia.

blank

Sementara di tanah air terbitnya buku ini disambut hangat oleh para tokoh pergerakan. Bahkan pada tanggal 24 Mei 1912, di surat kabar milik Dr Douwes Dekker, De Express, dr. Cipto Mangunkusumo menulis dan menyatakan, tiap halaman surat Kartini tertuang keinginan, harapan dan perjuangan untuk mengajak bangsanya bangun dari tidurnya yang panjang yang telah beratus-ratus tahun.

blank

Bukan hanya dr Tjipto Mangunkusomo, RM. Suwardi Suryoningrat juga sangat mengagumi konsep pendidikan yang dituangkan Kartini dalam surat-suratnya dan juga tuntutannya pada pemerintah Hindia Belanda. Konsep pendidikan budi pekerti dan juga peraduan antara kecerdasan dan ketrampilan yang digagas oleh RA Kartini, kelak akan menjadi bagian dari konsep pendidikan yang dikembangkan oleh  RM. Suwardi Suryoningrat yang kemudian lebih dikenal sebagai Ki Hajar Dewantoro. Juga Ernest Douwes Dekker sangat mengagumi karena pemikirannya yang sangat terbuka dalam memperjuangkan bangsanya.

Kartini memang tidak hanya memperjuangkan emansipasi wanita. Tetapi persamaan hak itu hanyalah pintu gerbang bagi pembangunan peradaban sebuah bangsa yang merdeka. Bangsa yang bisa menentukan dirinya sendiri, bangsa yang tidak terjajah.

blank

Kartini,  sejak suratnya yang pertama ditulis memang sudah mulai mengungkapkan tentang kondisi bangsanya sebagai orang terjajah yang tentu serba tertindas. Bahkan ketika Stella menanyakan “Besarkah kekuasaan ayahmu?”, dengan singkat Kartini menjawab dalam suratnya tanggal 12 Januari 1900: “Apa arti kekuasaan itu sebenarnya? Pengaruh besar memang ada pada ayah. Tetapi kekuasaan hanya ada pada yang menjajah”.

Pernyataan singkat itu mengisyaratkan betapa ketidaksukaan Kartini terhadap penjajah. Dia memang tidak memilih melakukan perlawanan dengan senjata. Namun ketajaman pena dan nalar berfikirnya justru memiliki pengaruh besar hingga mampu menjadi Penyulut Api Nasionalisme Indonesia.

Pokok-pokok pikiran itu dapat kita baca dan kita runtut dari surat-suratnya yang sangat panjang mulai tahun 1899-1904. Bahkan 8 tahun sebelum Boedi Oetomo menemukan momentum Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, Kartini telah menyampaikan dan memperjuangkan gagasan tentang nasionalisme, kebangsaan dan juga persatuan dan kesatuan bangsa.

Jauh sebelum Jong Java dideklarasikan tahun 1915 dengan nama Tri Koro Dharmo, pada tahun 1903 Kartini telah menyebut Jong Java dalam suratnya kepada Ny. Ovink Soer tahun 1903 :

“Kami sudah mendapatkan banyak pengikut. Angkatan muda kita sudah mendukung sepenuhnya. Jong Java akan membangun persatuan dan sudah tentu kami menggabung. Oh, Bunda harus membaca surat-surat dari pejuang-pejuang kami yang bersemangat itu, orang-orang muda yang kelak akan bekerja ditengah-tengah bangsanya,”

Karena itu memahami RA. Kartini hanya sebagai pejuang emansipasi, tentu kurang tepat. Sebab senyatanya yang dilakukan jauh lebih besar.  R.A. Kartini layak disebut sebagai Ibu Nasionalisme Indonesia, bukan sekedar dianggap  sebagai pendekar kaum wanita.

Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID, Penulis Buku Kartini Pembaharu Peradaban dan Buku Kartini Penyulut Api Nasionalisme